Kemendag Targetkan Ekspor Biodiesel ke UE Naik 6,7% usai Menang Gugatan di WTO
Kementerian Perdagangan atau Kemendag menargetkan peningkatan performa ekspor biodiesel ke Eropa meningkat secepatnya tahun depan. Sebab, menangnya Indonesia dalam gugatan bea masuk imbalan yang dikenakan Eropa terhadap biodiesel lokal tidak akan mempengaruhi perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa (IEU-CEPA).
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono menyasar pertumbuhan ekspor biodiesel ke Benua Biru hingga 6,7% pada tahun depan. Sebab, pasar biodiesel di Eropa akan terbuka dengan implementasi rekomendasi WTO berupa pencabutan bea masuk imbalan sebesar 8% sampai 18% ke biodiesel nasional.
"Kami sangat mengharapkan ekspor biodiesel Indonesia ke Eropa mendapat jaminan kepastian. Tidak ada lagi yang bisa menuduh subsidi ke biodiesel Indonesia karena sudah dibuktikan dalam panel WTO berdasarkan data, fakta, dan informasi yang ada," kata Djatmiko di kantornya, Kamis (28/8).
Seperti diketahui, WTO mengumumkan bahwa pertimbangan Uni Eropa dalam memberikan bea masuk imbalan pada biodiesel Indonesia prima facie atau belum cukup memadai. Alhasil, WTO merekomendasikan agar menyesuaikan bea masuk terhadap bea masuk terhadap biodiesel nasional.
Djatmiko mengatakan pemerintah memberikan Uni Eropa waktu 15 bulan sejak rekomendasi WTO dalam gugatan DS 618 diberikan pada pekan lalu, Jumat (22/8). Djatmiko menilai hal tersebut tidak akan mempengaruhi perundingan IEU-CEPA lantaran memiliki pembahasan yang berbeda.
"Hemat saya, hasil gugatan ini tidak mempengaruhi perundingan IEU-CEPA karena ini dua proses yang berbeda," katanya.
Djatmiko menyampaikan Uni Eropa telah berkomitmen untuk memberikan bea masuk 0% bagi semua jenis produk CPO nasional. Djatmiko mengaku pembicaraan terkait IEU-CEPA tersendat lantaran mayoritas negara anggota Uni Eropa masuk musim liburan pada bulan ini.
Walau demikian, Djatmiko meyakini dokumen IEU-CEPA akan diteken bulan depan sesuai dengan perjanjian politik kedua belah pihak. "Kami tidak masalah dengan musim liburan di Eropa. Bagi kami, yang penting penandatanganan IEU-CEPA sesuai target yang disepakati kedua pimpinan nasional," katanya.
Sebelumnya, Djatmiko menjadwalkan implementasi IEU-CEPA selambatnya pada kuartal ketiga 2027. Saat itu, 95% dari nilai ekspor ke Uni Eropa akan dibebaskan dari bea masuk saat diratifikasi oleh DPR.
Djatmiko mengatakan perjanjian IEU-CEPA akan diteken secepatnya kuartal kedua tahun depan. Menurutnya, ratifikasi perjanjian perdagangan internasional oleh legislator umumnya memakan waktu 12 bulan.
"Penandatanganan IEU-CEPA akan dilakukan di Jakarta setelah Konferensi Tingkat Tinggi Asean di Kuala Lumpur, Malaysia tahun depan. Kami menargetkan penandatanganan dilakukan pada kuartal kedua tahun depan atau persis 10 tahun setelah negosiasi dimulai," kata Djatmiko di Gedung Kadin, Senin (4/8).
Djatmiko menyampaikan implementasi IEU-CEPA harus melalui proses persetujuan DPR. Menurutnya, legislator nantinya akan memilih apakah implementasi IEU-CEPA akan dituangkan dalam aturan setingkat Undang-Undang atau sebatas Peraturan Presiden.
Dia menekankan adopsi IEU-CEPA menjadi aturan hukum merupakan proses penting. "Jangan sampai implementasi IEU-CEPA cacat prosedur hukum yang nanti merepotkan pelaku usaha. Kita harus penuhi semua prosedur hukumnya," ujarnya.
