Harga Beras Tinggi Saat Produksi Melimpah, Badan Pangan Pertanyakan Data BPS
Badan Pangan Nasional atau Bapanas mempertanyakan data proyeksi produksi beras buatan Badan Pusat Statistik. Sebab, data proyeksi produksi beras tidak sesuai dengan kondisi harga beras saat ini.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, telah mendorong BPS untuk memeriksa ketepatan data proyeksi produksi beras dengan produksi riil di lapangan. Arief pun berencana memeriksa langsung ketersediaan gabah di tingkat penggilingan beras.
"Kita tidak boleh terlena dengan angka proyeksi produksi beras di komputer saya ini yang diproduksi BPS. Harus dirasakan juga kondisi di lapangan hari ini," kata Arief dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IV DPR, Kamis (4/9).
Arief memaparkan produksi beras hingga bulan lalu seharusnya mencapai 25,19 juta ton. Volume produksi selama Januari-Agustus 2025 seharusnya surplus hingga 4,52 juta ton lantaran proyeksi konsumsi periode tersebut hanya 20,62 juta ton.
Dia memberikan sinyal data proyeksi produksi BPS tidak bisa menggambarkan kondisi riil mengingat metode yang digunakan adalah kerangka sampel area atau KSA. Untuk diketahui, data KSA menggunakan pendekatan berbasis area dan teknologi untuk mengestimasi luasan panen dan produktivitas tanaman.
Dengan kata lain, data proyeksi produksi beras buatan BPS tidak memasukkan unsur hama maupun penyakit tanaman yang mengurangi volume produksi beras. "Kita semua sepakat menggunakan data BPS. Namun apakah BPS sudah mengoreksi data proyeksi produksi beras?" katanya.
Karena itu, Arief berencana memeriksa langsung kondisi pasokan gabah di tingkat penggilingan. Menurutnya, pemeriksaan tersebut akan menunjukkan kondisi sesungguhnya produksi beras di dalam negeri.
"Saya mau memeriksa data BPS sendiri ini. Betul tidak harga gabah di lapangan tinggi? Saya juga sudah minta BPS untuk memeriksa ulang datanya sendiri," ujarnya.
Sebelumnya, Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia atau Perpadi menyatakan kenaikan harga beras dipicu oleh kebijakan pemerintah melalui Bulog yang akan kembali menyerap satu juta ton gabah akhir tahun ini. Padahal, produksi gabah saat ini sedang dalam masa penurunan pada paruh kedua tahun ini.
Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso mengatakan berlanjutnya kebijakan serapan gabah akan turut menekan pasokan beras yang sudah minim di pasar saat ini.
"Pasti ada reaksi pasar dalam bentuk rebutan gabah. Kebijakan pemerintah tidak tepat kalau memaksakan pembelian gabah maupun beras melalui Bulog saat ini," kata Sutarto kepada Katadata.co.id, Rabu (3/5).
