BGN Pecat Seorang Kepala SPPG yang Lakukan Korupsi, Ini Modusnya
Badan Gizi Nasional memecat seorang kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi akibat dugaan korupsi. Modusnya adalah kolusi antara yayasan dengan kepala SPPG untuk membeli bahan baku dengan kualitas rendah.
Deputi Sistem dan Tata Kelola BGN Tigor Pangaribuan enggan mengatakan kepala SPPG di daerah mana yang telah dipecat akibat dugaan korupsi tersebut. Begitu pula dengan nilai kerugian negaranya.
Ia hanya menyampaikan kepala SPPG itu dijanjikan bagian dari selisih antara nilai pembelian bahan baku riil dan nilai pembelian yang dilaporkan ke BGN. "Ia dijanjikan tambahan pendapatan Rp 20 juta per bulan. Kami sudah memberikan teguran ke sebagian kepala SPPG, sudah ada juga yang kami pecat," kata Tigor dalam acara diskusi di Jakarta, Selasa (7/10).
Kepala SPPG merupakan Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia yang baru lulus perguruan tinggi dengan rata-rata usia 26 tahun sampai 27 tahun. Tugasnya adalah mengelola uang hingga Rp 10 miliar namun tidak memiliki pendapatan berkala.
Pemerintah memberikan gaji kepada Kepala SPPG setiap tiga bulan sekali. "Mereka bekerja memberi makan sampai 30 juta penerima manfaat setiap hari. Itu lima kali lebih besar dari penduduk Singapura," katanya.
Sinyal skema pengelolaan anggaran MBG belum akan berubah, yakni melalui virtual account. Pihak yang bisa menarik uang negara dari akun tersebut hanya dua pihak, yakni kepala SPPG dan perwakilan yayasan pemilik dapur SPPG.
Tigor mengakui implementasi skema tersebut mendapatkan banyak kritik dari berbagai pihak. Namun skema tersebut diperlukan agar uang negara dapat langsung digunakan dapur SPPG. "Jadi, eselon I di BGN tidak memiliki kuasa terhadap anggaran program MBG," katanya.
Sebelumnya, Transparency International Indonesia melaporkan program MBG rawan korupsi lantaran membuka celah praktik mark-up harga bahan baku. Praktik tersebut dinilai dapat membuat produk buatan dapur SPPG tidak layak konsumsi yang akhirnya mencederai prinsip efisiensi anggaran publik.
Peneliti TII, Agus Sarwono mengatakan program MBG tampak menjanjikan di atas kertas tapi gagal memenuhi persyaratan tata kelola yang sehat. "Tingginya kerentanan korupsi dalam program MBG menunjukkan program ini harus dimoratorium segera supaya tidak memperbesar kerugian negara," kata Agus dalam laman resmi TII.
