Kinerja Industri Mulai Melaju Cepat, Kenapa Penyerapan Tenaga Kerja Minim?
Industri manufaktur Indonesia telah memasuki fase ekspansi secara berkelanjutan sejak Agustus 2025. Hal itu salah satunya tercermin melalui data Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur yang berada di atas 50 selama tiga bulan berturut-turut.
Badan Pusat Statistik juga mendata pertumbuhan sektor manufaktur pada kuartal ketiga tahun ini mencapai 5,54% secara tahunan, angka tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,04%. Sebelum kuartal pertama 2024, pertumbuhan industri pengolahan selalu lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional.
Di sisi lain, penyerapan tenaga kerja di Indonesia masih minim. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam mengatakan industri padat karya pada tahun ini terpukul akibat kenaikan upah sebesar 6,5%, padahal inflasi tahun lalu hanya sekitar 2,5%. Kondisi tersebut menyebabkan industri padat karya mulai meningkatkan otomatisasi untuk menjaga kenaikan biaya produksi setiap tahunnya.
"Dengan demikian, perusahaan industri padat karya mulai menghitung kondisi ini akan memberatkan mereka pda 5-10 tahun ke depan. Akhirnya mereka meningkatkan proses otomatisasi dan justru mengurangi tenaga kerja," kata Bob kepada Katadata.co.id, Kamis (6/11).
Namun demikian, Bob mengatakan penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur masih bisa terjadi jika pertumbuhan industri manufaktur naik signifikan. Tenaga kerja berkontribusi hingga 30% pada struktur harga produk hasil industri padat karya.
"Penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur baru bisa tumbuh kalau pertumbuhan industri pengolahan naik signifikan antara 6% sampai 7%," katanya.
Bob menjelaskan kondisi ekspansif tersebut hanya terjadi di kegiatan produksi dan permintaan baru. Adapun peningkatan permintaan baru disebabkan oleh persiapan negara tujuan ekspor Indonesia menghadapi Natal 2025 dan Tahun Baru 2026.
"Angka PMI Indonesia tidak bisa dibilang semu, sebab kondisi sektor manufaktur dapat lebih parah dari sekarang kalau di bawah 50,0. Namun tingginya angka PMI tidak selalu diikuti dengan tumbuhnya penyerapan tenaga kerja karena sifatnya yang musiman," ujarnya.
Tunda Penambahan Tenaga Kerja
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia Andrew Purnama menyampaikan permintaan ekspor dan domestik pada tiga bulan terakhir meningkat. Namun pabrikan belum menambah tenaga kerja untuk melihat stabilitas peningkatan permintaan tersebut.
Andrew menemukan peningkatan performa industri garmen nasional cenderung didorong oleh peningkatan permintaan domestik akibat pengetatan keran impor. Namun, pabrikan masih harus menghadapi tekanan peningkatan harga baku dan tingginya volume barang impor eksisting.
"Jadi, optimisme PMI Indonesia yang tinggi belum sepenuhnya tercermin dalam peningkatan serapan tenaga kerja. Banyak pabrik yang masih fokus pada efisiensi kegiatan produksi," kata Andrew kepada Katadata.co.id.
Andrew mencatat peningkatan permintaan dalam tiga bulan terakhir telah mendongkrak utilisasi industri garmen dari 50% sampai 55% pada Juni 2025 menjadi 60% sampai 70% pada Oktober 2025. Namun peningkatan angka tersebut utamanya belum merata ke seluruh industri karena hanya terjadi pada pabrik garmen berorientasi ekspor.
Walau demikian, Andrew mengatakan peningkatan produksi tersebut tidak merubah jumlah tenaga kerja di industri TPT. Menurutnya, mayoritas pabrik garmen masih mengurangi jam produksi dengan pola tiga hari kerja dan empat hari libur atau rotasi serupa.
"Butuh waktu hingga enam bulan untuk menentukan apakah peningkatan permintaan saat ini stabil dan berkelanjutan atau tidak. Jika stabil selama enam bulan, pabrik baru yakin untuk kembali menyerap tenaga kerja secara struktural pada buruh yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja," katanya.
