KPPU: Google Ajukan Kasasi, Denda Rp 202,5 M Belum Dibayar
Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU menyatakan Google belum membayarkan denda senilai Rp 202,5 miliar karena terbukti melakukan praktik monopoli. Perusahaan teknologi asal Amerika Serikat itu sedang mengajukan kasasi ke tingkat Mahkamah Agung saat ini.
Wakil Ketua KPPU Aru Armando mengatakan Google melakukan banding atas putusan tersebut ke Pengadilan Niaga Jakarta pada Juni 2025. Di meja hijau, para hakim justru menguatkan putusan KPPU bahwa Google melakukan praktik monopoli dan menyalahgunakan posisi dominan untuk merugikan pelaku usaha lain atau konsumen.
"Proses penetapan hukum penetapan denda pada Google sudah dalam proses kasasi di Mahkamah Agung. Kasasi adalah upaya hukum terakhir Google, sebab peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa," kata Aru dalam Media Connect 2025 di Jakarta, Rabu (3/12).
Google sebelumnya dinilai bersalah karena hanya menyediakan sistem pembayaran di aplikasi Google Play melalui Google Play Billing. Berbagai jenis aplikasi yang dikenakan penggunaan Google Play Billing tersebut, meliputi: langganan (seperti pendidikan, kebugaran, musik, atau video), permainan/gim, konten atau kemanfaatan (seperti versi aplikasi yang bebas iklan), cloud software and services (seperti jasa penyimpanan data, aplikasi produktivitas, dan lainnya).
KPPU menilai perilaku Google LLC melalui kebijakan-kebijakannya, menimbulkan hambatan pasar jasa penyediaan pembayaran, hilangnya pilihan pembayaran bagi konsumen, serta adanya penurunan pendapatan developer Indonesia yang dibarengi dengan kenaikan pendapatan Google di Indonesia.
Aru menyampaikan Google merupakan satu dari dua perusahaan yang belum membayarkan denda akibat melanggar ketentuan persaingan usaha. Perusahaan lain yang dimaksud adalah produsen alat berat asal Cina, Sany Group, yang didenda Rp 449 miliar.
Total denda yang dijatuhkan KPPU sepanjang tahun ini mencapai Rp 696 triliun. Dengan demikian, total denda yang diterima oleh Google dan Sany Group berkontribusi lebih dari 97% total denda yang ditetapkan KPPU.
Sany Group terbukti melanggar ketentuan integrasi vertikal dan penguasaan pasar dalam penjualan truk merek Sany di dalam negeri. Keputusan ini membuat KPPU menetapkan nilai denda terbesar sepanjang sejarah kepada Sany Group.
Aru menjelaskan tingginya pemberian nilai denda yang tinggi dimungkinkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Sebab, denda maksimal berubah dari paling tinggi Rp 25 miliar menjadi 50% laba bersih atau 10% dari pendapatan perusahaan.
"Ini salah satu upaya untuk memberikan efek jera para pelaku usaha yang melakukan pelanggaran persaingan usaha. Selain itu, pendekatan denda berbasis persentasi ini lebih adil dan membuat KPPU bisa memberikan denda dengan nilai signifikan," katanya.
