Covid-19 AS Cetak Rekor Tertinggi di Tengah Pertarungan Trump & Biden

Image title
5 November 2020, 11:16
amerika serikat, donald trump, covid-19, virus corona, pandemi corona, pandemi, gerakan 3m
ANTARA FOTO/REUTERS/Callaghan O'Hare/foc/cf
Tenaga medis bersiap untuk melakukan intubasi pasien dengan penyakit virus korona (COVID-19) di unit perawatan intensif penyakit virus korona (COVID-19) United Memorial Medical Center di Houston, Texas, Amerika Serikat, Senin (29/6/2020). Kasus Covid-19 pada 4 November 2020 bertambah 104.104 orang. Tertinggi sejak awal pandemi.

Amerika Serikat mencatat rekor baru penambahan kasus Covid-19. Negara yang tengah melaksanakan pemilihan presiden (Pilpres) tersebut mencatat tambahan pasien terkonfirmasi sebanyak 104.004 orang pada Rabu (4/11).

Dilansir dari Washingtonpost.com, pandemi corona merebak di seluruh negara bagian Barat Tengah dan dataran Great Plains. Terutama di negara bagian Connecticut, Iowa, Maine, Michigan, Minnesota, Nebraska, dan North Dakota.

Negara bagian tersebut mengalami lonjakan lebih dari 45% dari angka rata-rata kasus baru Covid-19 selama tujuh hari terakhir. Hal itu terjadi sehari setelah Pilpres berlangsung.

Pandemi corona di AS sejauh ini telah menewaskan lebih dari 233.000 jiwa dan menginfeksi hampir 9,5 juta orang. "Kita sedang menuju periode di mana kita kaan melihat peningkatan rawat inap dan kematian di AS. Dan hal itu mengkhawatirkan karena sedikit yang bisa kita lakukan untuk mengatasinya," ujar Tom Frieden, Direktur Pusat Pengendalian Penyakit dan Pencegahan era Presiden Barack Obama, dikutip dari Washingtonpost.com pada Kamis (5/11).

Dia menyebut jika kasus Covid-19 terus meningkat dan tidak ada kebijakan yang kuat dari pemerintah, transmisi lokal dengan cepat akan menginfeksi beberapa wilayah. Jika hal itu terjadi, tidak ada yang bisa menghentikan penyebaran virus selain karantina wilayah atau shutdown.

Memilih antara Pemulihan Ekonomi atau Penanganan Pandemi

Pilpres AS dinilai sebagai pilihan antara membuka kembali ekonomi secara penuh atau secara agresif menekan pandemi corona. Asisten Profesor Epidemiologi di Universitas Boston, Eleanor Murray, menyebut ada kekhawatiran Covid-19 akan berdampak buruk. Pasalnya, penduduk AS bakal merayakan ThanksGiving dan Natal dalam beberapa minggu ke depan.

Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump tengah bertarung dengan Joe Biden demi mempertahankan posisi di Gedung Putih. Hal itu, menurut Murray, bakal menyulitkan penanganan pandemi di negara tersebut.

Pasalnya, tidak ada tindakan pemerintah yang terkoordinasi dari atas hingga bawah terkait Covid-19. "Sesuatu yang sangat mengkhawatirkan saya dalam Pilpres ini yaitu Trump akan tetap bertanggung jawab dalam beberapa minggu ke depan, saat kasusnya lebih tinggi dari sebelumnya," kata Murray.

Berdasarkan jajak pendapat di AS, pemilih menunjukkan ketidaksetujuan terkait tanggapan Trump terhadap penanganan pandemi. Namun lebih banyak pemilih yang mengutamakan ekonomi.

Bahkan jika Biden merebut Gedung Putih, penduduk AS tidak menganggap Covid-19 sebagai sesuatu yang menakutkan seperti mereka tidak bisa membayar tagihan atau tidak bisa menyekolahkan anak-anaknya.

Sekitar 35% pemilih menyatakan ekonomi merupakan isu penting bagi mereka. Sedangkan 17% pemilih menyebut pandemi. Selain itu, ada 2 dari 10 orang AS memilih karena termotiviasi masalah ketidaksetaraan rasial.

Di sisi lain, lebih dari separuh pemilih mengatakan penting untuk menahan virus, bahkan jika itu merugikan ekonomi. Namun, 4 dari 10 pemilih menekankan pentingnya membangun ekonomi kembali bahkan ketika hal itu merusak upaya menekan penularan virus corona.

Beberapa anlis terkejut dan prihatin bahwa para pemilih memandang Pilpres kali ini merupakan keputusan antara memilih penanganan pandemi atau mata pencaharian mereka, bukan sebagai suatu masalah yang saling terkait dan dapat diselesaikan bersama.

"Itu mengejutkan saya, bahwa Trump dapat meyakinkan begitu banyak orang bahwa Pilpres merupakan pilihan antara pandemi atau ekonomi. Jelas itu hal yang salah, tidak ada cara memulihkan ekonomi kecuali mengendalikan pandemi," ujar Eric Topol yang merupakan Ahli Jantung dan Kepala Scripps Research Translational Institute di San Diego.

Trump berulang kali menyatakan bahwa negara tersebut bisa membalikan arah pandemi dengan vaksin. Bahkan dia menyebut vaksin hampir siap untuk didistribusikan.

"Kamu tahu apa yang kita inginkan? Kita ingin hidup normal," kata Trump akhir pekan lalu.

Sedangkan Biden berkampanye dengan menyebut "musim dingin yang gelap" atas duka cita masyarakat yang anggota keluarganya meningkal akibat Covid-19. Dia menyatakan bakal mengikuti sains dan memperketat pembatasan sosial di tempat-tempat yang diperlukan.

Direktur Pusat Kebijakan Publik Annenberg dari Universitas Pennsylvania menyatakan kedua kandidat presiden memiliki sudut pandang yang berbeda. Hal itu sesuai dengan karakteristik pendukung mereka.

Biden memiliki lebih banyak dukungan di antara pemilih perkotaan dan orang kulit berwarna. Mereka merupkan kelompok yang paling terdampak pandemi.

Sedangkan Trump, memiliki basis pendukung berkulit putih di pedesaan. Wilayah pedesaan baru terkena dampak dari Covid-19 dalam beberapa pekan terakhir.

Meski kedua kandidat dan pendukungnya punya pandangan yang berbeda, Murray menegaskan bahwa masyarakat AS belum memahami pandemi dan dampaknya bagi mereka. Padahal, pandemi di AS telah memasuki gelombang ketiga, dan lonjakan kasusnya lebih besar dari sebelumnya.

"Orang-orang kurang memperhatikan Covid-19 dibandingkan sebelumnya. kami sebagai negara saat ini tidak berada di tempat yang aman," ujar Murray.

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...