Johnson & Johnson Klaim Dosis Kedua 94% Efektif Melawan Covid-19
Produsen vaksin Covid-19 Johnson & Johnson (J&J) mengklaim vaksin dosis kedua mereka terbukti 94% bekerja efektif untuk pasien dengan gejala ringan hingga parah. Booster vaksin J&J juga terbukti menaikkan antobodi hingga enam kali lipat.
Efektivitas itu diperoleh dengan melakukan uji coba dosis kedua fase III terhadap 30.000 orang yang diberikan 56 hari setelah suntikan dosis pertama pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas.
J&J mengatakan, booster yang diberikan dua bulan setelah dosis pertama meningkatkan kadar antibodi empat hingga enam kali lipat.
Ketika diberikan enam bulan setelah dosis pertama, tingkat antibodi meningkat dua belas kali lipat. Efek samping pada suntikan dosis kedua terlihat tidak berbeda jauh dengan vaksin dosis tunggal.
"Vaksin sekali pakai kami menghasilkan respons kekebalan yang kuat dan memori kekebalan yang tahan lama. Dan, ketika booster diberikan, maka kekuatan perlindungan terhadap Covid-19 semakin meningkat," kata Dr. Paul Stoffels, kepala ilmuwan J&J dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters, Rabu (22/9).
Sebelumnya, J&J mempublikasikan data yang menunjukan bahwa vaksin dosis tunggal mereka menghasilkan perlindungan sampai delapan bulan.
Data terbaru mengenai keefektifan dosis kedua akan membantu J&J dalam menyampaikan pendapatnya kepada regulator Amerika Serikat terkait dosis penguat atau booster. Kendati demikian, J&J menekankan vaksin sekali suntik mereka tetap efektif untuk meredakan pandemi global.
Klaim J&J merupakan jawaban dari kekhawatiran Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden. Sebelumnya, Biden mendorong dilakukannya suntikan penguat (booster) dalam menghadapi lonjakan pasien rawat inap yang disebabkan oleh varian Delta.
J&J sebagai satu-satunya pembuat vaksin Covid-19 dengan dosis tunggal yang disetujui di Amerika Serikat pun tengah diminta untuk membuktikan efektifitas dari dosis kedua mereka sebagai dosis booster.
"Perusahaan sekarang telah menghasilkan bukti, suntikan booster lebih meningkatkan perlindungan terhadap Covid-19," kata Paul Stoffels.
J&J menyebutkan data ini memang belum ditinjau, tetapi akan diserahkan untuk publikasi dalam beberapa bulan mendatang. Secara global, tingkat efikasi dua dosis vaksin milik J&J mencapai 75%.
Hingga saat ini, hanya Pfizer Inc./BioNTech SE yang telah mengirimkan data yang cukup kepada regulator Amerika Serikat. Data itu akan dievaluasi untuk menentukan apakah booster diperlukan.
Pada Hari Jumat (17/9), komite penasihat Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) merekomendasikan penggunaan darurat suntikan Pfizer tambahan untuk orang Amerika berusia 65 atau lebih dan mereka yang berisiko tinggi penyakit parah.
Johnson & Johnson mengatakan pihaknya telah menyerahkan data ke FDA dan berencana untuk menyerahkannya ke regulator lain seperti, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan kelompok penasihat vaksin lainnya di seluruh dunia untuk menginformasikan pengambilan keputusan mereka.
Vaksin dosis tunggal Johnson & Johnson telah diberikan izin penggunaan darurat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) pada 27 Februari lalu. Menurut data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, vaksin itu telah diberikan kepada sekitar 14,8 juta orang Amerika.
J&J juga akan menyediakan 200 juta dosis vaksin untuk negara-negara miskin di bawah payung COVAX yang diinisiasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan