Rusia Ancam NATO Bakal Buat Perang Nuklir, Seriuskah?
Pemimpin Rusia mengingatkan negara-negara NATO untuk menghentikan dukungannya kepada Ukraina. Mantan Presiden Rusia sekaligus sahabat Presiden Rusia Vladimir Putin, Dmitry Medvedev, mengingatkan dukungan militer NATO terhadap Ukraina dapat membawa risiko perang nuklir besar-besaran.
Medvedev, yang sekarang adalah wakil ketua Dewan Keamanan Rusia, menulis dalam sebuah posting Telegram bahwa eskalasi seperti itu akan menjadi "skenario bencana bagi semua orang."
"Negara-negara NATO memberikan bantuan senjata, pelatihan pasukan untuk menggunakan peralatan Barat, pengiriman tentara bayaran dan latihan di dekat perbatasan kami, meningkatkan kemungkinan konflik langsung dan terbuka antara NATO dan Rusia," kata Medvedev dalam sebuah telegram, dikutip dari Fox, Jumat (13/5).
"Konflik seperti itu selalu memiliki risiko berubah menjadi perang nuklir penuh," ujar Medvedev. "Anda perlu memikirkan kemungkinan konsekuensi dari tindakan ini," tulisnya juga dalam postingan tersebut.
Pesan itu muncul sekitar seminggu setelah Kementerian Luar Negeri Rusia mengklaim Moskow tidak akan melepaskan senjata nuklir selama perang di Ukraina.
Alexei Zaitsev mengatakan Jumat lalu bahwa "kami telah berulang kali membantah sindiran tentang kemungkinan penggunaan senjata nuklir Rusia dalam operasi militer khusus di Ukraina."
"Rusia menganut prinsip bahwa tidak ada pemenang dalam perang nuklir dan itu tidak boleh dilepaskan," tambah Zaitsev, menurut terjemahan dari Reuters.
Namun, ancaman nuklir dari Rusia ini tak bisa dianggap remeh. Kepala intelijen AS memperkirakan Putin dapat menggunakan senjata nuklir jika merasa kalah perang di Ukraina atau jika rezimnya berada di bawah ancaman.
Direktur Intelijen Nasional AS Avril Haines mengatakan Putin sedang menyiapkan Rusia untuk menjalani "konflik berkepanjangan" di Ukraina, kemungkinan bisa memberlakukan darurat militer untuk mencapai tujuannya.
Haines mengatakan tersebut di depan Senat Amerika Serikat pada Selasa (10/5). Dia mengingatkan pertempuran akan menjadi lebih sengit dan bahwa Putin akan meningkatkan sasarannya dengan menargetkan Moldova, yang berbatasan dengan Rumania dan Ukraina selatan.
Transnistria, wilayah bagian Moldova, saat ini sedang dikendalikan oleh separatis pro-Rusia yang didukung oleh sekitar 1.500 tentara Rusia.
“Pertempuran satu atau dua bulan berikutnya akan menjadi penting karena Rusia berusaha untuk menghidupkan kembali upaya mereka,” kata Haines.
Dia mengatakan pertempuran serba tidak pasti, ambisi Putin tidak sesuai dengan kemampuan militer Rusia saat ini. "Kemungkinan berarti beberapa bulan ke depan bergerak ke arah yang lebih tidak terduga dan berpotensi meningkat,” tambahnya.
Haines juga mengatakan Putin kemungkinan berharap AS dan Uni Eropa makin melemahkan dukungan kepada Ukraina karena persoalan kekurangan pangan, inflasi, dan harga energi semakin buruk. “Dia juga menilai bahwa Rusia memiliki kemampuan dan kemauan yang lebih besar untuk menghadapi tantangan daripada musuh-musuhnya”.