Malaysia Diselimuti Kabut Asap, Tuding Indonesia sebagai Penyebab
Sepekan terakhir kabut asap menyelimuti Malaysia. Menurut IQAir, indeks udara di Kuala Lumpur berada di angka 86 dan termasuk dalam kategori moderate, dengan polutan utama PM2,5.
Sementara itu, air pollutant index (API) Kuala Lumpur dan Johor pada Minggu (1/10) yang dapat dicek di situs resmi pemerintah Malaysia, menunjukkan angka di atas 100. Artinya, kualitas udara di daerah tersebut berada di kategori tidak sehat.
Pada Jumat (28/9), kabut asap pekat menyelimuti Kuala Lumpur, Putrajaya, Negeri Sembilan hingga Sarawak dengan API di atas 150. Menurut Direktur Jenderal Departemen Lingkungan Malaysia, Wan Abdul Lattif Wan Jaffar, wilayah yang paling terdampak kabut asap kali ini berada di pantau barat hingga Sarawak di Borneo.
Ia menyebutkan wilayah tersebut merupakan yang paling terdampak akibat kebakaran lahan di Indonesia. "Kebakaran hutan di bagian selatan Sumatera dan bagian tengah dan selatan Kalimantan, Indonesia, menyebabkan kabut asap yang melintasi batas negara," kata dia.
Ia mengatakan kabut asap ini merupakan yang terburuk sejak 2019. "Secara keseluruhan kualitas udara di Malaysia mengalami penurunan," kata dia dikutip dari AFP, Jumat (29/30).
Wan Abdul merujuk pada data yang dikeluarkan Pusat Meteorologi Khusus ASEAN atau Asean Specialised Meteorological Centre (ASMC) yang menelusuri 52 hotspot di Sumatera dan 264 hotspot di Kalimantan. Titik-titik hotspot yang menunjukkan risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tersebut, menurut ASMC, berpotensi menyebarkan kabut asap melintasi batas administrasi negara.
ASMC dalam situsnya menyebutkan dalam kondisi kering berkepanjangan, terjadi peningkatan aktivitas titik api yang menyebabkan kabut asap yang meluas. Kondisi ini akan terus terjadi di wilayah rawan kebakaran di Sumatera bagian selatan dan tengah serta Kalimantan bagian selatan.
Namun, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar membantah. "Tidak ada kabut asap lintas batas," kata dia dikutip dari AFP, Sabtu (30/9). Menurut Siti, yang dijadikan rujukan oleh Malaysia merupakan data titik panas, bukan titik api.
Ia mengatakan akan meninjau dan menghukum perusahaan-perusahaan yang terlibat jika ditemukan kebakaran di dalam konsesi perusahaan.