Cina Sindir Tarif Trump, Desak AS Lakukan Perundingan


Cina menyindir kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan menyatakan bahwa "pasar telah berbicara" yang merujuk kondisi pasar global akibat perang dagang. Beijing juga mendesak Washington untuk melakukan "equal-footed consultation" (perundingan) demi meredakan ketegangan.
Dikutip dari Reuters (6/4), sejumlah asosiasi dagang Tiongkok di sektor kesehatan, tekstil, hingga elektronik turut mengeluarkan pernyataan bersama dalam mencari pasar alternatif dan memperingatkan bahwa kebijakan tarif ini justru akan memperparah inflasi di Amerika Serikat.
"Pasar sudah berbicara," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Guo Jiakun, dalam unggahannya di Facebook pada Sabtu (5/4). Ia juga membagikan foto yang menunjukkan penurunan tajam pasar saham AS pada Jumat.
Sebelumnya, Presiden Trump menerapkan tarif tambahan sebesar 34% terhadap barang-barang asal Tiongkok, sehingga total bea masuk terhadap produk Tiongkok sepanjang tahun ini menjadi 54%.
Kebijakan ini langsung dibalas oleh Tiongkok pada Jumat (4/4) dengan memberlakukan tarif balasan 34% untuk seluruh barang asal AS dan menerapkan pembatasan ekspor atas sejumlah logam tanah jarang.
Pasar saham global pun anjlok setelah pengumuman balasan Tiongkok, diperparah dengan pernyataan Trump yang menegaskan tak akan mengubah arah kebijakannya. Penurunan tajam ini menjadi yang terburuk sejak pandemi. Indeks S&P 500 tercatat turun hingga 9% sepanjang pekan ini.
“Sekarang saatnya bagi AS untuk berhenti melakukan tindakan yang keliru dan menyelesaikan perbedaan dengan mitra dagang melalui perundingan,” tulis Guo.
Kamar dagang Tiongkok yang mewakili pelaku usaha di bidang pangan menyerukan industri impor-ekspor produk pangan dan pertanian Tiongkok memperkuat kerja sama dalam menjajaki pasar domestik dan internasional.
Sementara itu, kamar dagang pelaku usaha logam dan bahan kimia menyatakan bahwa tarif tersebut "akan meningkatkan biaya impor bagi importir AS, menaikkan biaya konsumsi bagi masyarakat, memperburuk inflasi domestik di AS, dan meningkatkan risiko resesi."