Jadi Kuliner Paling Dirindukan, Ini Filosofi Ketupat

Image title
Oleh Tim Publikasi Katadata - Tim Publikasi Katadata
30 Mei 2020, 11:59
Ketupat Lebaran
123RF.com

Bagi sebagian orang, menyantap kuliner khas nusantara menjadi kebiasaan yang tak boleh dilewatkan pada Idul Fitri. Dan berdasarkan survei Katadata Insight Center (KIC) pada Mei 2020 diketahui, ketupat menjadi kuliner Lebaran paling dirindukan masyarakat.

Responden yang memilih ketupat persentasenya sebesar 71,9 persen. Selain ini ada pula yang menyebut opor ayam dan rendang, dengan persentase 62,6 persen dan 45,2 persen. (Baca juga : Sedihnya Lebaran di Perantauan)

Di dalam penyajiannya, ketupat tidaklah tampil sendirian melainkan disajikan bersama menu lain, seperti opor ayam, sambil goreng ati, dan lain-lain. Selain menjadi sajian favorit masyarakat Indonesia, ternyata ketupat memilki asal-usul dan filosofi tersendiri, khususnya terkait budaya Jawa.

Mengulik dari berbagai sumber bahwa tradisi ketupat pada momen Lebaran pertama kali diperkenalkan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Beliau menjadikan ketupat sebagai salah satu simbol perayaan hari raya Idul Fitri sejak pemerintahan Demak berada di bawah kepemimpinan Raden Patah pada abad ke-15.

Sunan Kalijaga membudayakan bakda kupat yang dimulai seminggu setelah Idul Fitri. Pada hari bakda kupat, hampir setiap penduduk Jawa kala itu menyiapkan ketupat di rumahnya. Mereka menganyam ketupat dari daun kelapa muda kemudian diisi dengan beras lalu dimasak. Ketupat yang sudah jadi diantarkan ke kerabat mereka sebagai lambang kebersamaan.

Filosofi Ketupat

Di tengah masyarakat Jawa, ketupat disebut kupat yang merupakan kependekan dari ngaku lepat dan laku papat. Ngaku lepat memiliki arti mengakui kesalahan yang kemudian berkembang menjadi tradisi sungkeman dimana masyarakat bersimpuh di hadapan orang tua untuk memohon ampun. Tradisi sungkeman tersebut merupakan budaya yang mengajarkan untuk menghormati orang tua dan memohon keikhlasan dan ampunan orang tua.

(Baca juga : Oleh-Oleh Khas Daerah, Obat Kangen Kampung Halaman)

Laku papat berarti empat tindakan dalam perayaan lebaran, meliputi lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Lebaran bermakna selesai, yakni penanda berakhirnya waktu puasa. Lebaran juga berasal dari kata lebar yang berarti pintu ampunan yang terbuka lebar.

Sedangkan luberan bermakna meluber atau melimpah, sebagai simbol ajaran bersedekah untuk kaum yang membutuhkan. Tak hanya itu, zakat fitrah saat lebaran juga menjadi tradisi umat Islam dalam menunjukkan kepedulian kepada sesama.

Leburan bermakna melebur, dimana dosa dan kesalahan akan melebur ketika momen lebaran sehingga umat muslim harus mampu saling memaafkan di hari raya. Sementara Laburan berasal dari kata labur atau kapur yang kerap digunakan sebagai penjernih air atau pemutih dinding. Labur sendiri merupakan filosofi agar umat muslim selalu menjaga kesucian lahir dan batin.

Pada sisi lain, masyarakat selain suku Jawa tetap memiliki sajian kuliner ketupat khas daerah masing-masing. Di Banjar, Kalimanatan Selatan terdapat kuliner berbahan dasar ketupat yang disebut Katupat Betumis. Ketupat khas Banjar tersebut dihidangkan dengan daging bebek dan kuah santan.  Selain di Banjar, masyarakat Minang di Sumatera Barat juga memiliki sajian ketupat khas yang bernama Katupek Sayua. Ketupat tersebut disiram sayur Nangka muda, daun pakis, dan bumbu santan yang kental.

Tak hanya di Indonesia, ketupat juga menjadi budaya di sejumlah kawasan Asia Tenggara meliputi Malaysia, Brunei, dan Singapura. Bahkan, di Filipina juga terdapat bugnoy yang serupa dengan ketupat namun memiliki pola anyaman yang berbeda.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...