Cegah Penyebaran Corona, Jokowi Resmi Tiadakan Ujian Nasional
Presiden Joko Widodo memutuskan untuk meniadakan ujian nasional pada tahun ini. Keputusan tersebut diambil untuk mencegah penyebaran virus corona.
"Peniadaan UN menjadi penerapan kebijakan social distancing untuk memotong rantai penyebaran virus Corona SARS 2 atau Covid-19," kata Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman, seperti dikutip dari siaran pers, Senin (24/3).
Keputusan ini disampaikan Jokowi dalam rapat terbatas dengan pembahasan Ujian Nasional pada hari ini (24/3) melalui konferensi video.
Dengan demikian, UN ditiadakan untuk tingkat SMA atau setingkat Madrasah Aliyah atau MA, SMP atau setingkat Madrasah Tsnawiyah atau MTs, dan SD atau setingkat Madrasah Ibtidaiyah atau MI.
(Baca: Jokowi Ungkap Dua Alasan Tak Mau Lockdown untuk Atasi Corona)
Adapun kebijakan peniadaan UN perlu diikuti oleh langkah partisipasi aktif warga dalam mencegah penyebaran Covid-19 melalui penerapan perilaku social distancing, yaitu kerja dari rumah, belajar dari rumah, dan ibadah di rumah. "Seperti yang telah disampaikan bahwa sistem respons Covid-19 harus menyelamatkan kesehatan rakyat, daya tahan sosial dan dunia usaha," ujar dia.
Pemerintah sebelumnya berencana menggantikan UN 2021 dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang akan mengukur kemampuan nalar siswa.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim beralasan materi UN terlalu berat dan malah memaksa siswa menghafal materi. Selain itu pelaksanaannya kerap membuat guru hingga pelajar terbebani sehingga tak jarang dilanda stress.
“Ini berdasarkan survei dan diskusi bersama orang tua, siswa, guru, praktisi pendidikan, dan kepala sekolah,” kata Nadiem di Jakarta, Rabu (11/12).
(Baca: DPR dan Nadiem Makarim Sepakat UN Ditiadakan karena Pandemi Corona)
Metode baru ini akan mengukur kemampuan siswa menganalisa dan bernalar dalam bahasa atau literasi dan matematika atau numerasi. “Jadi bukan penguasaan konten yang diukur tapi kemampuan kompetensi dasar,” kata Nadiem.
Pendiri Gojek itu juga menyampaikan survei karakter bertujuan untuk mengetahui ekosistem sekolah. Dia mengatakan selama ini belum ada data yang jelas bagaimana nilai Pancasila diterapkan di sekolah. “Ini untuk penguatan pendidikan karakter,” ujar dia.
Berbeda dengan UN, model ujian baru ini akan dilakukan siswa di tengah jenjang sekolah. Diharapkan hasilnya dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran ke depannya.