Unair dan Eijkman Jadi Laboratorium Corona, Berapa Lama Hasil Tesnya?

Sorta Tobing
16 Maret 2020, 13:13
Universitas Airlangga, Identifikasi Corona dalam Hitungan Jam, Unair, Pemeriksaan Spesiemen Pasien Corona, Institute of Tropical Disease (ITD) Unair, Eijkman, Achmad Yurianto, virus korona, BBTKL
ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Pengujian sampel virus corona tak lagi terpusat di Balitbangkes Kementerian Kesehatan. Per hari ini, Senin (16/3), pemerintah menunjuk Universitas Airlangga (Unair) dan Lembaga Biologi Molekuluer Eijkman Institute untuk melakukan hal serupa.

Identifikasi Virus Corona dalam Hitungan Jam

Universitas Airlangga, melalui Institute of Tropical Disease, telah menyiapkan 2 ribu tes kit Covid-19. Alat ini bisa digandakan menyesuaikan kebutuhan sampel yang diuji. “Kami akan memperbanyak reagen supaya lebih banyak lagi yang bisa kami uji,” ucap Ketua ITD Unair Profesor Inge Lucida seperti dikutip dari Antara.

Unair mengklaim akurasi pendeteksiannya hingga 99% dan tidak memerlukan waktu lama untuk mendapatkan hasilnya. “Dua sampai tiga hari bisa keluar hasilnya, bahkan bisa hanya lima jam,” kata Inge.

Dalam situs resminya, Unair mendapatkan reagen tersebut bekerja sama dengan Kobe University, Jepang. Reagen merupakan perekasi kimia yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi seseorang suspect atau positif virus corona Covid-19.

(Baca: Sejumlah Rumah Sakit Rujukan Corona Tak Responsif Tangani Pasien)

Sementara, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Institute telah menyiapkan tes PCR untuk menguji spesimen pasien terduga atau suspect Covid-19. “Kalau di Eijkman bisa keluar dalam waktu sekitar empat jam. Tapi tentu kami tes berkali-kali menggunakan PCR,” kata peneliti senior di lembaga itu, Herawati Sudoyo, seperti dikutip dari CNNIndonesia.com.

Sama dengan ITD Unair, Eijkman tidak menerima pasien terduga virus corona. Kedua lembaga itu hanya menerima spesimen sampel dari rumah sakit untuk melakukan uji laboratorium.

Melansir dari situs resminya, fasilitas laboratorium di Eijkman telah tersertifikasi BSL tipe 2. Kemampuan ini didukung fasilitas analisis bioinformatika yang diakui internasional.

Selain itu, lembaga riset ini juga sudah memiliki pengalaman dalam menangani penyakit infeksi. Misalnya, kasus virus flu burung (H5N1 pada 2005), virus West-Nile (2012), virus Zika (2015), kejadian luar biasa tifoid dan leptospirosis di Jeneponton, Papua (2019).

(Baca: Eijkman Ragukan Prediksi BIN soal Puncak Pandemi Corona pada Ramadan)

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...