Komnas HAM Kritik Rencana Pembentukan Dewan Keamanan Nasional
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM mengkritik rencana pembentukan Dewan Keamanan Nasional atau DKN. Dewan tersebut dikhawatirkan dapat membatasi hak asasi manusia, terlebih jika masuk ke ranah operasional.
“Pemerintah menerjemahkan public safety sebagai keamanan publik, bukan keselamatan publik. Karena memakai terminologi keamanan publik, maka semua hak warga nanti bisa dibatasi,” ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di kantornya, Jakarta, Senin (27/1).
Menurut Aman, pemerintah seharusnya lebih dulu mengkaji definisi keamanan nasional sebelum membentuk DKN. Hingga kini, belum ada definisi yang jelas terkait keamanan nasional lantaran belum ada undang-undang yang mengatur.
Ia menilai bahwa DKN seharusnya dibentuk melalui RUU yang dibahas dengan DPR, bukan melalui peraturan presiden sehingga pengkajian yang dilakukan lebih terbuka.
“Ini hal sederhana, tapi mendasar. Kalau keamanan publik itu lebih mengenai eksistensi negara. Itu lebih pas pertahanan nasional,” kata Anam.
(Baca: Jokowi Putuskan Rencana Pembelian Alutsista dari Prancis Pekan Depan)
Hal senada disampaikan Direktur Imparsial Al Araf. Menurut Al Araf, pemerintah seharusnya lebih dulu merampungkan pembahasan terkait definisi keamanan nasional sebelum membentuk DKN. Dengan demikian, tugas dan fungsi DKN ketika dibentuk menjadi jelas.
“Sampai sekarang tidak ada UU yang jelaskan soal keamanan nasional. Jadi enggak tuntas soal keamanan nasional, tapi mau loncat bikin DKN,” kata Al Araf.
Al Araf juga khawatir jika pembentukan DKN tumpang tindih dengan kementerian/lembaga lain. Dia mengatakan, tugas DKN dalam mengkoordinasikan keamanan nasional sudah dilakukan oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
(Baca: Pengamat Nilai Konflik Iran dan AS Bakal Selesai jika Trump Lengser)
Tugas DKN dalam fungsi pemberian rekomendasi, lanjutnya, telah dilakukan oleh Dewan Pertimbangan Presiden. “Maksimalkan saja kementerian/lembaga yang sudah ada kalau mau efisien dan efektif,” kata Al Araf.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP Charles Honoris menambahkan, pembentukan DKN juga akan tumpang tindih dengan Lembaga Pertahanan Nasional atau Lemhannas, Dewan Ketahanan Nasional atau Wantannas, dan Kantor Staf Presiden atau KSP. Menurut Charles, ketiga lembaga tersebut memiliki fungsi serupa dengan DKN.
Lebih lanjut, Charles menilai hal tersebut bisa menimbulkan pemborosan anggaran. “Saya belum lihat urgensi pembentukan DKN. Ini nantinya menimbulkan tumpang tindih fungsi dengan lembaga-lembaga yang sudah ada,” ucap Charles.