Korelasi Tambang Emas Ilegal dengan Banjir dan Longsor di Bogor
Pemerintah memantau keberadaan tambang emas ilegal atau gurandil di wilayah konservasi hulu Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Kegiatan mereka disinyalir menjadi salah satu penyebab kerusakan lingkungan yang memicu banjir bandang dan tanah longsor di wilayah Kabupaten Bogor dan Lebak pada awal Januari 2020 lalu.
Pada Sabtu (18/1) kemarin, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo bersama Dirjen Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wiratno, Wakapolri Gatot Eddy, dan Bupati Bogor Ade Yasin memantau aktivitas tambang ilegal tersebut melalui helikopter.
Doni menyatakan, ratusan tenda penambang liar masih tampak di kawasan Taman Nasional. “Harus kami katakan apa adanya bahwa di bagian hulu Taman Nasional Halimun, ada ratusan bangunan tenda biru milik gurandil,” kata Doni Monardo.
Ia menyoroti pembukaan lahan dan penggunaan air tanah berlebih yang berpotensi merusak ekosistem di kawasan hulu. Selain itu, penggunaan bahan kimia jenis merkuri dalam aktivitas penambangan tersebut juga mencemari lingkungan dan dapat menimbulkan ancaman kesehatan bagi masyarakat.
Usai melakukan pemantauan udara, Jenderal TNI bintang tiga itu menyatakan bahwa pemerintah akan mengambil langkah hukum atas kegiatan tambang emas ilegal di Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
(Baca: Banjir Bandang di Lebak, Jokowi Minta Penambangan Emas Ilegal Disetop)
Dalam hal ini BNPB akan memfasilitasi pembentukan satuan tugas (Satgas) khusus yang terdiri dari personel kementerian/lembaga dan unsur TNI serta Polri, yang menjadi pemangku kepentingan dalam penanggulangan bencana.
Langkah berikutnya, menurut Mantan Jenderal Kopassus itu ialah dengan memperhatikan aspek sosial dan ekonomi para warga yang menjadi penambang dengan meningkatkan mata pencahariannya di sektor lain.
Doni tidak mau kemudian masyarakat menjadi kehilangan pekerjaan karena penutupan tambang ilegal. “Kita harus cari solusi yang tentunya tidak menimbulkan masalah sosial, contohnya masyarakat kehilangan pekerjaan,” katanya.
Selanjutnya, sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo bahwa solusi yang juga harus segera dilakukan adalah melakukan penanaman hutan kembali dengan jenis tumbuhan dan vegetasi yang mampu memperkuat tanah serta dapat mencegah terjadinya longsor.
Adapun jenis tanaman tersebut adalah jenis rumput vetiver yang dikombinasikan dengan beberapa jenis tanaman keras yang memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menyumbang perekonomian masyarakat. Dalam melaksanakan upaya reforestasi dan revitalisasi tersebut, BNPB juga akan menggandeng para ahli baik dari peneliti, komunitas, dan akademisi.
“Sesuai dengan perintah bapak presiden, BNPB dan KLHK akan melakukan reforestasi dan revitalisasi wilayah bantaran sungai yang mengalami alih fungsi lahan dengan vetiver dan jenis tanaman keras yang punya nilai ekonomis seperti alpukat, durian dan sebagainya,” kata Doni.
BNPB akan bertindak sebagai koordinator dalam melaksanakan perintah presiden. Sedangkan untuk daerah, BNPB menunjuk bupati sebagai pemegang kewenangan daerah yang menjadi wilayah cakupan terdampak kerusakan lingkungan.
(Baca: Jokowi akan Relokasi Rumah Warga Terdampak Banjir dan Longsor)
Di pihak lain, Bupati Bogor Ade Yasin menyatakan kesiapannya untuk memimpin pelaksanaan penghijauan kembali wilayahnya yang rusak sesuai arahan Presiden Joko Widodo melalui Kepala BNPB.
Hanya, Ade juga akan berfokus terlebih dahulu pada penanganan pengungsi akibat banjir dan longsor yang masih ada di beberapa titik. Pemerintah daerah juga tengah menyiapkan lahan untuk relokasi para pengungsi.
Sebagai catatan jumlah pengungsi akibat bencana yang terjadi pada awal 2020 di Kabupaten Bogor hingga hari ini mencapai 17.869 jiwa dan tersebar di empat kecamatan. “Setelah persoalan relokasi warga maka kami selaku pemerintah daerah akan melakukan penghijauan kembali wilayah yang gundul,” ujar Bupati Ade.