Harga Minyak Jatuh Dipicu Perang Dagang yang Kembali Memanas

Image title
1 Oktober 2019, 12:47
harga minyak
Katadata
Ilustrasi, kilang minyak. Harga minyak kembali turun karena berlanjutnya perang dagang yang akan berdampak pada permintaan minnyak.

Harga minyak turun pada perdagangan Senin (30/9) atau Selasa (1/10) pagi Waktu Indonesia Barat (WIB) karena berlanjutnya perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Harga minyak Brent secara kuartalan jatuh paling dalam sepanjang 2019.

Reuters mencatat harga minyak Brent dalam perdagangan berjangkan turun hingga US$1,13 atau 1,8% menjadi US$ 60,78 per barel. Sedangkan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun US$ 1,84 atau 3,3% menjadi US$ 54,07 per barel.

Secara bulanan, harga Brent naik tipis sebesar 0.6%, sedangkan harga WTI jatuh 1,9% pada September. Harga minyak sepanjang bulan lalu bergerak fluktuatif dan mencapai puncaknya hingga 20% ketika terjadi serangan ke kilang minyak Arab Saudi. Tapi harga minyak kembali turun seiring pulihnya kapasitas kilang tersebut.

Namun secara kuartalan, harga Brent turun 8,7% dan menjadi penurunan kuartalan terdalam sejek kuartal IV 2018. Kala itu, harga minyak per kuartal turun hingga 35%.

Harga minyak juga turun sebesar 7,5% pada kuartal ketiga seiring kekhawatiran perang dagang antara AS dan Tiongkok yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi global hingga menarik penurunan kebutuhan minyak ke level terendah.

(Baca: Harga Minyak Kembali Bangkit Setelah Melemah dalam Dua Pekan Terakhir)

Tiongkok merilis angka Purchasing Managers'Index (PMI) yang lebih baik pada bulan lalu, meningkat dari 49,5 pada Agustus menjadi 49,8 pada September. Tapi angka PMI tersebut masih dibawah batas sebesar 50 poin.

Tiongkok yang merupakan importer terbesar di dunia tealh diperingkatkan terhadap ketidakstabilan pasar internasional dengan adanya perang dagang dengan AS. Terutama setelah seorang sumber menyatakan administrasi Presiden AS Donald Trump mempertimbangkan untuk menghapus pencatatan saham (delisting) perusahaan Tiongkok di bursa saham AS.

"Amerika dan Tiongkok jauh dari kesepakatan. Ada kekhawatiran terhadap permintaan minyak," ujar Kyle Cooper, analis minyak dari IAF Advisors seperti dilansir dari Reuters pada Selasa (1/10).

Ditambah telah pulihnya kapasitas kilang Arab Saudi setelah serangan pesawat tanpa awak pada pertengahan September lalu. Kapasitas kilang Aramco pulih menjadi 11,3 juta barel per hari setelah serangan yang menurunkan kapasitas kilang menjadi 5,7 barel per hari.

(Baca: Harga Komoditas Turun Diduga jadi Penyebab Penjualan Kendaraan Lesu)

Otoritas Arab Saudi menyatakan kapasitas kilang Aramco akan mencapai 12 juta barel per hari pada November mendatang. President of Lipow Oil Associates menyatakan cepatnya pemulihan kapasitas kilang Arab Saudi memberatkan harga minyak.

Reuters menyatakan setelah serangan, kapasitas produksi minyak OPEC turun ke level terendah dalam delapan tahun terakhir pada September lalu. Kapasitas sebelumnya mencapai 29,8 juta barel per hari pada September, turun 750 ribu barel per hari dibandingkan Agustus.

Biarpun begitu, kekhawatiran pasar terhadap naiknya tensi di Timur Tengah setelah Arab Saudi dan AS menyalahkan Iran terhadap serangan ke kilang Aramco membawa sentimen positif terhadap harga minyak. Namun jika terjadi perdamaian di Timur Tengah, maka harga minyak bisa kembali turun.

"Selama ada kedamaian di Timur Tengah, kita bakal mlihat harga minyak diperdagangkan rendah,"kata Director of Energy Futures Robert Yawger di New York seperti dikutip dari Reuters.

Analis memproyeksi rata-rata harga Brent akan menyentuh US$ 65,19 per barel pada 2019 dan harga WTI sebesar US$ 57,96 per barel.

(Baca: Harga Minyak Anjlok ke Level Terendah Sejak Kilang Arab Saudi Diserang)

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...