Revisi UU Tenaga Kerja Masih Dikaji, Menaker: Draft yang Beredar Hoaks

Rizky Alika
24 September 2019, 08:37
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri berharap sistem ketenagakerjaan menjadi lebih fleksibel, salah satunya mengenai fleksibilitas jam kerja yang bisa membatasi partisipasi pekerja perempuan hingga menjadikan produktivitas tak optimal.
Arief Kamaludin|Katadata
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri berharap sistem ketenagakerjaan menjadi lebih fleksibel, salah satunya mengenai fleksibilitas jam kerja yang bisa membatasi partisipasi pekerja perempuan hingga menjadikan produktivitas tak optimal.

Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menyatakan temuan draft 50 pasal revisi Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan yang mempersulit buruh merupakan berita bohong atau hoaks. Hanif memastikan, saat ini belum ada draft Rancangan UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2013 karena masih dalam proses pengkajian. 

"Jadi kalau ada yang ngomong soal revisi itu hoaks semua. Belum ada draft atau dokumennya," kata dia di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (23/9).

Menurutnya, RUU Ketenagakerjaan masih dalam tahap menyerap aspirasi dari berbagai pihak, seperti pekerja dan dunia usaha. Oleh karena itu, isi RUU secara detail masih didiskusikan.

(Baca: Dorong Daya Saing, Pengusaha Tekstil Minta Revisi UU Ketenagakerjaan)

Dengan diskusi dan penyerapan aspirasi berbagai pihak diharapkan dapat membuat ekosistem ketenagakerjaan dapat mengikuti perkembangan. Sebab, perkembangan sektor ketenagakerjaan saat ini  kian kompetitif baik di dalam maupun luar negeri.

Dia berharap sistem ketenagakerjaan menjadi lebih fleksibel, salah satunya mengenai fleksibilitas jam kerja yang bisa membatasi partisipasi pekerja perempuan hingga menjadikan produktivitas tak optimal. 

(Baca: Sistem Ketenagakerjaan Kaku Hambat Partisipasi Perempuan & Daya Saing)

Data Bank Dunia pada 2018 menunjukkan, hanya 50,7% perempuan Indonesia berusia 15 tahun ke atas berpartisipasi dalam angkatan kerja (baik bekerja atau mencari pekerjaan).

Menurut standar internasional angka ini termasuk rendah. Sedangkan, Kamboja yang merupakan negara dengan PDB terendah kedua di ASEAN justru memiliki angka partisipasi yang terbilang tinggi, yaitu sebesar 81,2% pada 2018.

"Jadi tidak ada pengusaha yang mau terima perempuan kerja jam 11-2 siang, karena jam kerja kita kaku," ujar dia.

Reporter: Rizky Alika
Editor: Ekarina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...