Serikat Pekerja PLN Tolak Gaji Dipotong untuk Kompensasi Listrik Mati
Serikat Pekerja PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) menolak pemotongan gaji dan bonus karyawan sebagai bentuk kompensasi kepada pelanggan atas matinya listrik pada hari Minggu (5/8) dan Senin (6/8) di sebagian wilayah Jawa. Direksi PLN sebelumnya menyatakan pembayaran kompensasi listrik mati sebesar Rp 839 miliar dengan memotong gaji 40 ribu karyawan secara tanggung renteng.
Ketua Umum Serikat Pekerja PLN Eko Sumantri beralasan pemotongan gaji karyawan berpotensi melanggar sejumlah aturan. Di antaranya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
"Saya sangat yakin pekerja tidak setuju gaji dipotong, potensi melanggar UU," kata Eko kepada Katadata.co.id, Rabu (7/8).
(Baca: PLN Potong Gaji Karyawan, Kompensasi Listrik Mati Berlaku Bulan Depan)
Eko merujuk pada Pasal 93 UU 13 Tahun 2003 serta Pasal 24 PP 78 Tahun 2015 yang mengatur upah tidak dibayarkan hanya jika pekerja tidak melakukan pekerjaan. Dalam Pasal 24 PP 78 juga menyebut pekerja yang tidak bekerja karena sakit, menikah, hingga mengambil hak istirahat juga tetap harus dibayar upahnya.
"Ada perlindungan upah dalam PP," kata dia.
Eko menganggap pernyataan pemotongan gaji hanya baru terlontar dari Direktur Pengadaan Strategis 2 Djoko Rahardjo Abumanan. Ia menjelaskan pemberian gaji di PLN sudah memiliki prosedur sendiri. "Kami belum klarifikasi, mungkin hanya spontanitas dari salah satu direksi," ujarnya.
Alih-alih memotong gaji, dia juga menyarankan manajemen PLN mengambil sumber kompensasi dari tempat lain yang tidak melanggar aturan. "Persisnya kami belum tahu, tapi tidak diambil dari hak pekerja," kata dia.
(Baca: Datangi Kantor PLN, Jokowi Marah Minta Listrik Mati Tak Terulang Lagi )
Djoko sebelumnya menjelaskan PLN tak memiliki sumber dana untuk membayar kompensasi pemadaman listrik, selain dari memotong gaji karyawan. PLN tak dapat menggunakan dana Penanaman Modal Negara (PMN) 2019 sebesar Rp 6,5 triliun dari pemerintah. Apalagi menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dana PMN dan APBN tersebut hanya dapat digunakan untuk investasi dan biaya operasional. "PMN itu untuk investasi pembangunan, tidak boleh (bayar kompensasi), apalagi APBN," kata Djoko.
Kompensasi pengurangan tagihan listrik kepada konsumen mengacu Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2017 tentang tingkat mutu pelayanan dan biaya yang terkait dengan penyaluran tenaga listrik oleh PLN.
Dalam Pasal 6 disebutkan sejumlah indikator mutu pelayanan tenaga listrik yaitu, lama gangguan, jumlah gangguan, kecepatan pelayanan perubahan daya tegangan rendah, kesalahan pembacaan kilowatt hour (kWh) meter, waktu terkoreksi kesalahan rekening, dan kecepatan pelayanan sambungan baru tegangan rendah.
Ada pun bagi golongan yang terkena penyesuaian tarif listrik atau tariff adjustment akan mendapatkan pengurangan sebesar 35% dari tagihan listrik. Sedangkan, bagi konsumen golongan yang tidak terkena penyesuaian tarif akan mendapatkan pengurangan sebesar 25% dari total tagihan listrik.
Meski demikian, PLN juga memberi kompensasi kepada pelanggan prabayar dengan menyetarakan potongan sesuai golongan tariff adjustment. Potongan lantas akan diberikan pada saat pembelian token selanjutnya. "Dapat dilihat pada bukti pembelian token bagi yang prabayar," kata Plt Direktur Utama PLN yakni Sripeni Inten Cahyani beberapa hari lalu.