Tumpahan Minyak Blok ONWJ di Karawang Capai 3.000 Barel per Hari
Pertamina terus berusaha menangani kebocoran gas dan tumpahan minyak yang muncul dari sumur YYA-1 Blok Offshore North West Java (ONWJ). Pertamina mengestimasi tumpahan minyak dari sumur tersebut mencapai sekitar 3.000 barel per hari (BOPD).
Estimasi tumpahan minyak tersebut berdasarkan proyeksi produksi dari sumur YYA-1 sebesar 3.000 BOPD. "Pada saat puncaknya dua hari lalu, bisa lebih dari 3.000 BOPD. Ini angka perhitungan untuk memastikan kami dapat menghitung bebarapa banyak alat yang dibutuhkan, bukan pasti realisasi tapi untuk mengestimasi armada yang harus dibangun untuk antisipasi minyak yang keluar," kata Dharmawan dalam konferensi pers pada Kamis (25/7).
Dengan kejadian tersebut, produksi Lapangan YY yang dijadwalkan mulai pada Septemberi 2019 akan mundur ke tahun depan. "Dia harus di-take out dari rencana produksi 2019, itu kenyataannya,"ujarnya.
Pertamina pun melakukan evaluasi subsurface untuk melihat potensi migas di sekitar Lapangan YY. Upaya tersebut dilakukan untuk mendapat pengganti produksi dari sumur YYA-1.
Pertamina memiliki tiga sumur di Lapangan YYA-1. Satu sumur yaitu YYA-1 yang telah dilakukan pengeboran, sedangkan dua sumur lainnya masih dalam keadaan terisolasi.
Dari satu sumur YYA-1, Pertamina memproyeksi produksi minyak mencapai 3.000 BOPD dan gas sebesar 23 juta kaki kubik (MMscfd). Sedangkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menargetkan produksi minyak di Lapangan YY tersebut bisa mencapai 4.600 BOPD. Sedangkan produksi gas diproyeksi mencapai 25 MMscfd.
(Baca: Ada Gelembung Gas di Blok ONWJ, Target Lifting Migas Bisa Tak Tercapai)
Selain berdampak pada jadwal produksi, peristiwa tersebut juga sudah mencemari lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan kebocoran gas dan tumpahan minyak di Blok ONWJ berimbas ke delapan desa yang ada di Bekasi dan Karawang. Rinciannya, dua desa di Bekasi dan enam desa di Karawang.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RM Karliansyah mengatakan, Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai operator Blok ONWJ bersama masyarakat terus berupaya mengumpulkan tumpahan minyak yang ada di pesisir pantai di delapan desa tersebut.
Pertamina telah berusaha menanggulangi kebocoran gas dan tumpahan minyak yang berasal dari Blok ONWJ. Salah satu caranya dengan menyediakan oil boom atau alat penghalang minyak. Selain itu, Pertamina juga melibatkan perusahaan asal Houston Amerika Serikat, Boot & Coots, untuk menangani peristiwa tersebut. Boots & Coots merupakan perusahaan yang terlibat dalam penanganan ledakan rig lepas pantai Deepwater Horizon di Gulf Mecixo pada 2010 lalu.
Peristiwa kebocoran gas dan tumpahan minyak pertama kali terjadi pada 12 Juli 2019 ketika PHE melakukan well kick pada sumur (re-aktivitasi) YYA-1. Kemudian pada 14 Juli 2019, gelembung gas semakin besar disusul tumpahan minyak dari sumur tersebut.
PHE memutuskan untuk menghentikan sementara kegiatan proyek di sekitar anjungan lepas pantai YYA Blok ONWJ. PHE langsung mengevakuasi 60 kru yang berada di lokasi dan memastikan tak ada korban jiwa terkait insiden tersebut. PHE juga menerjunkan tim khusus Incident Management Team (IMT) untuk memantau perkembangan di sekitar sumur.
Selain itu, Pertamina juga melakukan investigasi penyebab kebocoran gas dan tumpahan minyak. Dari indikasi awal disinyalir terjadi anomali tekanan pada saat pengeboran sumur YYA-1 sehingga menimbulkan gelembung gas dan tumpahan minyak. Gelembung gas tersebut menyebabkan anjungan miring.
(Baca: Gelembung Gas Bocor di Blok ONWJ, Jonan: Sudah 3 Kali Anjungan Miring)