Satu Hakim Beda Pendapat, Sebut Eks Dirut Pertamina Tak Korupsi
Satu hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Anwar menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam sidang pembacaan vonis kasus korupsi investasi Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia. Menurut Anwar, eks Direktur Utama PT Pertamina Galaila Karen Agustiawan tidak bersalah dan tak terbukti melakukan korupsi dalam kasus tersebut.
"Terdakwa Karen Agustiawan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum, baik dakwaan primer ataupun subsider," kata Anwar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/6).
Menurut dia, Karen tidak melakukan penyalahgunaan wewenang sebagai Dirut Pertamina ketika melakukan investasi di Blok BMG. Alasannya, Karen memutuskan investasi di Blok BMG bersama jajaran direksi lainnya. "Keputusan berinvestasi di Blok BMG diambil secara kolektif kolegial," ujarnya.
(Baca: Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 8 Tahun Penjara)
Keputusan diambil Karen bersama mantan Direktur Keuangan Pertamina Frederick ST Siahaan, mantan Manager Merger & Acquisition Direktorat Hulu Pertamina Bayu Kristanto, dan eks Chief Legal Councel and Compliance Pertamina Genades Panjaitan.
Selain itu, Karen dan jajaran direksi telah meminta izin kepada dewan komisaris Pertamina untuk investasi di Blok BMG. Meskipun, dewan komisaris tidak menyetujui rencana tersebut.
Dewan komisaris ketika itu berpendapat bahwa investasi tersebut tidak akan menguntungkan karena pengoperasian Blok BMG tidak optimal. Meski demikian, Anwar menilai perbedaan pendapat antara jajaran direksi dengan dewan komisaris tak bisa dijadikan alasan Karen bersalah.
Penyebabnya, dewan komisaris hanya bertugas sebagai penasehat, bukan pengambil keputusan. "Karena kewenangan untuk berinvestasi ada pada jajaran direksi, bukan dewan komisaris," ujarnya.
(Baca: Pledoi Karen, Keputusan Pertamina Akuisisi BMG Tak untuk Perkaya Diri)
Lebih lanjut, ia menilai belum ada teknologi yang bisa memastikan dengan jelas mengenai cadangan minyak di dasar laut. Karenanya, meski keputusan itu diambil dengan penuh kehati-hatian, selalu ada kemungkinan produksi minyak tersebut akan gagal.
Terkait dengan adanya audit keuangan yang menyatakan adanya kerugian sebesar Rp 568,06 miliar dari investasi di Blok BMG, Anwar menilai hal tersebut tidak serta-merta bisa menjadi kerugian negara. Sebab, kerugian itu terjadi dalam kepentingan bisnis, bukan kepentingan pribadi.
Selain itu, Anwar menilai perlu pembuktian adanya persekongkolan antara Karen dengan PT Roc Oil Company Ltd Australia dalam kasus dugaan korupsi tersebut. Adapun investasi Pertamina di Blok BMG dilakukan lewat pembelian sebagian aset di Blok tersebut dari Roc Ltd. Hanya saja, dalam perkara ini tidak ada satu pun pihak Roc Ltd yang diperiksa.
"Dengan demikian tidak bisa dikatakan kerugian negara, karena dalam rangka menjalankan bisnis. Namanya bisnis mesti ada risiko. Maka ketika ada kerugian, tidak serta merta menjadi kerugian negara," kata dia.
(Baca: Kasus Karen, Kejaksaan Sebut Perusahaan di Australia Sudah Tak Ada)
Meski demikian, empat hakim lainnya tetap menyatakan Karen bersalah dalam kasus korupsi investasi di Blok BMG. Alhasil, majelis hakim memvonis Karen dengan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider empat bulan penjara.
Majelis hakim menilai Karen telah melanggar Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ia dinilai merugikan keuangan negara dan memperkaya orang lain atau korporasi dalam kasus tersebut.