Mendagri Kembali Usulkan Penggunaan E-Voting untuk Pemilu

Michael Reily
7 Mei 2019, 15:34
Pemilu 2019, e-voting, petugas KPPS meninggal, KPU, Pilpres
ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya
Pemilih menunjukan 'smart card e-voting' dalam pemilihan Kepala Desa di Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (12/3). Pemilihan secara elektronik ini terdiri dari proses e-verifikasi, e-voting, dan e-rekapitulasi dan diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparasi pemilihan sekaligus sebagai miniatur sistem Pilkada serentak.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo kembali mengusulkan penggunaan electronic voting (e-voting) dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) mendatang. Usulan itu diungkapkan Mendagri dalam Rapat Kerja dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. 

Penggunaan e-voting juga akan diusulkan dalam evaluasi Undang-Undang Pemilu setelah Pemilu 2019 rampung.  KPU sudah mengkaji penggunaannya untuk Pemilu 2019. Namun, dibatalkan karena masih ada beberapa kendala terkait faktor geografis serta keterjangkauan infrastruktur internet di pelosok daerah.

(Baca: DPR Minta Pemerintah dan KPU Pertimbangkan e-Voting)

Untuk memperlajari lebih dalam penggunaan sistem tersebut, Mendagri telah mengirimkan tim ke India dan Korea Selatan. "India yang jumlah penduduknya hampir 1 miliar saja bisa (memakai e-voting)," katanya di Jakarta, Selasa (7/5).

Menurut Tjahjo, e-voting bisa mempermudah proses Pemilu serentak, untuk memilih presiden dan wakil presiden serta pejabat legislatif, yang panjang dan rumit. Saat ini dalam satu Tempat Pemungutan Suara (TPS) jumlah pemilihnya maksimum 300 orang. Penghitungan hasil pencoblosan semakin berat jika harus memilih banyak nama. 

Proses itu semakin rumit di level Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menggunakan 15 tahapan dalam penghitungan rekapitulasi suara hasil pencoblosan. Belum lagi, proses pendaftaran dan kampanye juga memakan waktu yang cukup lama. 

Karena itu, perubahan sistem pemungutan suara harus diprioritaskan. Apalagi, Pemilu 2019 telah menyebababkan ratusan petugas KPPS  meninggal dunia dan ribuan orang sakit akibat kelelahan.

(Baca: Fenomena Kelelahan Petugas KPPS yang Berujung Kematian)

Tjahyo juga mengusulkan penyelenggaraan Pemilu untuk presiden dan wakil presiden sebaiknya hanya dibarengi dengan pemilihan kepada daerah. Sedangkan untuk pemilihan legislatif  dilangsungkan pada waktu yang berbeda. "Itu pertimbangan pemerintah," ujarnya.

Anggota Komite I DPD asal Jawa Barat Eni Sumarni meminta keseriusan pemerintah dalam penggunaan e-voting. Ia meminta pemerintah segera memulai kajiannya. "Pengadaan sinyal internet yang belum merata, bisa kita lakukan secara bertahap untuk daerah yang sudah kuat infrastrukturnya," katanya.

(Baca: Pegiat Pemilu Menilai e-voting Tak Tepat Diterapkan untuk Pemilu)

Pembahasan mengenai penggunaan sistem e-voting sempat dicetuskan oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo. Usul ini ia kemukakan sebab Dewan merasa sistem Pemilu yang murah, efisien, dan tidak rumit sangat dibutuhkan mengingat kejadian tragis yang harus dialami oleh petugas yang mengawal Pemilu 2019.

Menurut dia, penyelenggaraan Pilpres dan Pileg secara serentak, sistem perhitungan suara dan sistem rekapitulasi suara manual yang melelahkan, waktu kampanye yang panjang serta penggunaan paku untuk mencoblos yang sangat primitif di jaman teknologi canggih era digital 4.0, harus segera dievaluasi dan diubah. Bambang menilai, e-voting bisa diuji coba pada penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun depan. 

Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...