Ini Alasan Mengapa Restorasi Gambut Penting

Image title
Oleh Tim Publikasi Katadata - Tim Publikasi Katadata
24 April 2019, 15:25
Kepala BRG
Katadata

Sejak didirikan pada 2016 lalu hingga tahun ini, Badan Restorasi Gambut (BRG) telah menjalankan program pembasahan lahan gambut (rewetting), baik dengan pembangunan sekat kanal, penimbunan kanal-kanal, maupun pemasangan ribuan sumur bor.

Selain rewetting, BRG juga melakukan revegetasi (penanaman jenis tanaman asli gambut) dan revitalisasi atau pemberdayaan masyarakat di area restorasi gambut. Ketiga hal yang dilakukan BRG itu dikenal dengan sebutan 3R, yakni rewetting, revegetasi, dan revitalisasi.

Kebakaran hutan dan lahan ini sebenarnya warisan masalah dari pengelolaan gambut di masa lampau. Setidaknya, selama 18 tahun kebakaran rutin yang terjadi di negeri ini terjadi di musim kemarau. Kebakaran terutama terjadi di lahan gambut yang telah terkonversi menjadi perkebunan skala luas yang telah mengantongi izin pembukaan lahan dari rezim sebelumnya. Praktik pengeringan lahan gambut dengan membuat kanal-kanal besar lazim dilakukan dalam menyiapkan tanaman perkebunan.

Pembasahan ekosistem gambut merupakan upaya awal pencegahan kebakaran. Hal ini dilakukan untuk mencegah terulangnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) besar seperti yang terjadi pada 2015 lalu.

Meskipun demikian, menurut Deputi bidang Konstruksi, Operasi, dan Pemeliharaan BRG, Alue Dohong, restorasi gambut mustahil mencapai 100 persen atau sama persis seperti ketika gambut belum terbakar. Yang bisa dilakukan saat ini adalah membuat ekosistem gambut menyerupai kondisi aslinya.

Untuk itu, salah satu cara yang paling ampuh adalah dengan menjaga tinggi muka air yang terkandung di dalam gambut. “Saya kira mustahil (kembali sama persis seperti kondisi awal). Kita hanya bisa menyerupai dan membuat vegetasi alaminya tumbuh,” kata Alue.

Dengan menjaga muka air, menurut Alue, maka vegetasi alami akan tumbuh. Ini yang terjadi di Desa Gohon, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Alue menjelaskan, lahan gambut di kawasan tersebut terbakar pada 2015. Akan tetapi, selama setahun setelah kebakaran, Pohon Gelam yang merupakan vegetasi alami tumbuh dengan sendirinya.

“Memang pada awalnya yang tumbuh adalah paku-pakuan. Tapi seiring berjalannya waktu, gelam ini turut tumbuh dan menghasilkan tutupan pohon yang rapat,” Alue menambahkan.

Dengan tumbuhnya Pohon Gelam itu, maka tutupan pohon tersebut akan membuat paku-pakuan menghilang, karena pada dasarnya paku-pakuan tidak tahan terhadap tutupan rapat. Dengan demikian, paku-pakuan yang merupakan tanaman yang mudah terbakar tidak akan mengancam ekosistem tersebut kembali.

Alue mengatakan dengan menjaga muka air, memiliki banyak keuntungan. Selain membuat vegetasi alami kembali tumbuh, juga untuk mengembalikan kelembapan terhadap lahan gambut agar tidak mudah terbakar. Selain itu, vegetasi alami yang tumbuh dapat memangkas biaya yang dibutuhkan untuk intervensi yang membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Oleh karena itu, dibutuhkan upaya intervensi seperti membangun sekat kanal maupun melakukan penyemprotan secara manual dengan menggunakan sumur bor yang selama ini diinisiasi oleh BRG bersama dengan Masyarakat Peduli Api.

Program restorasi gambut sudah terbukti ampuh mengurangi tingkat kebakaran hutan dan lahan. Namun, restorasi gambut tidak bisa hanya dilakukan oleh BRG sendiri saja, tapi harus didukung dan dilakukan bersama-sama dengan banyak pihak lain.

BRG mengajak keterlibatan seluruh pihak untuk bersama ikut dalam aksi menjaga dan merestorasi gambut. Keterlibatan seluruh pihak dinilai menjadi salah satu kunci untuk merestorasi lahan 2,4 juta hektare lahan gambut yang menjadi fokus kerja BRG hingga tahun 2020. 

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...