Harga Daging Ayam Mulai Stabil, Peternak Tenang
Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) I Ketut Diarmita menyampaikan kepada para peternak, harga daging ayam sudah berangsur membaik. I Ketut Diarmita menyampaikan ini saat menghadiri Rapat Pengawasan Produksi Ternak Unggas, Jumat (15/03) di Bali.
Berdasarkan laporan Petugas Informasi Pasar (PIP) Ditjen PKH, tercatat adanya tren kenaikan harga ayam di tingkat peternak per 11 Maret 2019. Tren terjadi hampir di seluruh Indonesia, antara lain regional Sumatera, Jawa, Bali/Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Kisaran harga di tingkat produsen untuk regional Jawa (Jawa Barat, Jateng, Jatim dan Banten) per 13 Maret 2019 berkisar antara Rp 15.713 sampai dengan Rp 21.125. Selanjutnya pada 14 Maret 2019 lalu sudah naik lagi antara Rp. 15.859 sampai dengan Rp. 21.500. Sedangkan untuk regional lainnya seperti Sumatera, Bali/Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Papua, harga di tingkat produsen lebih tinggi dibandingkan dengan harga di regional Jawa dan rata-rata sudah berada di atas harga acuan pemerintah.
I Ketut Diarmita mengatakan, stabilnya harga ayam di tingkat peternak ini merupakan hasil dari upaya seluruh stakeholder dan ini tentunya harus terus berlanjut sampai semua pihak dapat merasakan keuntungan.
“Intinya, pemerintah ini posisinya selalu di tengah-tengah, kita ingin peternak senang, karena untung dan masyarakat juga dapat mengkonsumsi daging ayam dengan harga yang wajar. Kami tentu ingin selalu melihat peternak dan petani senang," papar I Ketut.
Ia juga mengapresiasi Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) yang secara periodik sudah memberikan informasi perkembangan harga di tingkat produsen ke Ditjen PKH. Laporan Pinsar dinilai akurat karena masih berada di kisaran harga yang dilaporkan dari PIP Ditjen PKH.
Data Ketersediaan Ayam Ras
Dalam kesempatan tersebut, I Ketut juga menegaskan, sesuai tugas dan fungsi Kementerian Pertanian di aspek hulu telah mengatur penyediaan ayam. “Kami menganalisa supply-demand ayam melalui pertemuan dengan peternak, dan stakeholder secara rutin, bahkan kami juga membentuk Tim Analisa Penyediaan dan Kebutuhan Ayam Ras dan Telur yang melibatkan para pakar", ungkapnya.
Pengaturan keseimbangan supply-demand di bidang perunggasan terutama dilakukan untuk melindungi peternak, koperasi, atau peternak mandiri, sehingga dapat tercipta iklim usaha yang kondusif dan berkeadilan. Penambahan dan pengurangan produksi ayam ras dapat dilakukan bila terjadi ketidakseimbangan pasokan dan permintaan.
Kementan disebutnya telah mewajibkan integrator untuk menyampaikan laporan produksi DOC (Day Old Chicken) secara online setiap bulan. Ketersediaan sangat penting dalam bisnis perunggasan. “Melalui pelaporan online, kami berharap dapat mengetahui yang mana data peternak mandiri yang menjadi anggota asosiasi peternak dan UMKM,” kata I Ketut.
Untuk memperkuat data Kementan, Ditjen PKH telah beberapa kali bertemu dengan Tim Analisa Penyediaan dan Kebutuhan Ayam Ras dan Telur. Pada pertemuan terakhir 14 Maret 2019, tim yang diketuai oleh Prof. Dr. Trioso Purnawarman menyampaikan telah melakukan analisis supply-demand secara periodik. Keseimpulnnya, hasil produksi DOC (Day Old Chicken) Final Stock mencukupi kebutuhan. Artinya tidak ada over supply. Selebihnya kata Trioso persoalan di hilir harus segera diselesaikan antarlintas sektor, mengingat urusan daging ayam ini melibatkan banyak pihak.
Lebih lanjut Ditjen PKH juga telah mengumpulkan para integrator untuk membahas masalah perunggasan di Indonesia.
“Kami apresiasi pencatatan data produksi DOC Kementan sudah bagus dan mendekati angka riil yang ada lapangan,” kata Heri Darmawan selaku Ketua Gabungan Organisasi Peternak Nasional (Gopan) yang hadir dalam pertemuan koordinasi perunggasan 14 Maret 2019 di Kantor Pusat Kementan.
Dalam pertemuan koordinasi tersebut terdapat beberapa rekomendasi yang disarankan untuk pengembangan industri perunggasan di Indonesia. Pertama, pembentukan tim perunggasan lintas Kementerian dan Lembaga terkait untuk menangani permasalahan perunggasan dari hulu sampai hilir, yang dinilai sangat penting dalam penyelesaian masalah secara komprehensif pada usaha perunggasan di Indonesia.
Kedua, semua pembibit GPS (Grant Parent Stock) broiler bertanggung jawab terhadap rantai distribusi live bird. Pertanggungjawaban tersebut dari mulai penanganan penyakit, penerapan standar kualitas DOC, peningkatan biosecurity, dan penanganan pasca panen. Jika perusahaan pembibitan tidak mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut, pengajuan RPP (Rekomendasi Pemasukan/Pengeluaran) akan menjadi pertimbangan. Ketiga, memetakan distribusi unggas nasional.