Perempuan-perempuan Tangguh di Industri Migas yang Maskulin

Image title
22 Desember 2018, 12:00
Rig TKBY-2 Blok Pangkah Saka Energi
Saka Energi

***

Kala Hindia Belanda merajai sistem politik dan sumber daya alam nusantara, perempuan pribumi dipandang secara rasis dan diperlakukan semena-mena. Perlakuan diskriminatif laki-laki ini menempatkan perempuan sebagai subjek yang dieksploitasi tubuh dan dipenjara pemikirannya.

Perlawanan pun muncul, termasuk dari Kartini. Ketika naluri feminisme putri Jepara ini mulai menyeruak, ia menginspirasi perempuan lain untuk berani bersuara. Di antaranya menentang sistem politik yang membelenggu perempuan pada masa kolonialisme.

Sayangnya, hingga memasuki era kemerdekaan, suara perempuan tak santer dalam pengambilan keputusan. Sistem politik yang didominasi laki-laki ini yang memutuskan bagaimana negara dikelola, termasuk dalam menangani sumber daya alam. Sebagaimana sistem politik dan konsep bernegara dijalankan, industri energi tak jauh dari maskulinitas.

Pada masa orde baru, sektor migas memasuki puncak kejayaan. Indonesia menjadi negara pengekspor minyak. Ketika itu, peran perempuan yang tadinya diidentikkan sebagai ibu revolusioner—meninggalkan kenyamanan dan ikut perang gerilya merebut kemerdekaan—didomestikasi menjadi ibu keluarga oleh pemerintahan Soeharto. Perempuan lantas dikunci sebatas pengurus anak dan suami saja.

Karena itu, norma baru mulai diciptakan beserta sanksi sosialnya. Misalnya doktrin perempuan harus di rumah, tidak keluar malam, tidak bekerja melebihin jam kerja suami, dan sebagainya. Itu pula mengapa perjalanan industri migas setelah Indonesia merdeka belum memunculkan banyak keterlibatan perempuan.

Tentu tak semua orang memiliki kaca mata demikian. Tumbur Parlindungan di antara laki-laki di industri migas yang merasakan pentingnya kesetaraan perempuan. Presiden Direktur Saka Energi ini paham bahwa kesempatan yang sama antar laki-laki dan perempuan tak jatuh dari langit, namun diciptakan di level pengambil kebijakan.

Blok Migas Lepas Pantai Pertamina Hulu Energi
(Pertamina Hulu Energi)

Dia berharap pembukaan program bagi para lulusan baru bisa menjadi saringan awal guna mendapat tenaga kerja perempuan yang kompetitif. Pemberian ruang pada company woman, seperti Juli, diharapkan mendorong perempuan hebat lainnya bermunculan.

(Baca: Saka Mengebor 14 Sumur dan Akuisisi Blok Migas Tahun Depan)

Tak hanya kesempatan, Tumbur melihat ketimpangan gender juga soal ketersediaan tenaga kerja perempuan yang mumpuni. Bagaimana agar jumlah perempuan memenuhi target, erat kaitannya dengan perekrutan karyawan, jenjang dan kemajuan karir, inklusivitas serta keberagaman dalam sebuah perusahaan.

“Meski belum mempunyai komitmen pasti untuk mencapai target minimum, di tahun mendatang equal opportunity dan equal gender menjadi salah satu objective Saka,” kata Tumbur dalam wawancara dengan Katadata.co.id.

Jika dilihat, pola pengembangan perusahaan energi nasional di Indonesia belum banyak yang menerapkan konsep minimum kuota sebagai salah satu visi dan misi perusahaan. Meski secara tersirat mulai banyak, namun umumnya baru perusahaan internasional yang memiliki komitmen kesetaraan gender.

Masih di diskusi ‘Bond To Excel’ bersama Schlumberger, perempuan lain yang bersuara lantang tentang tantangan perempuan di industri migas adalah Debbie Chastity, Vice President dan General Councel PT Cevron Pacific. Jika dulu beratnya medan dan sulitnya komuniaksi menjadi tantangan besar, namun di zaman internet serba cepat seharusnya hal itu tak lagi menjadi momok.

Debbie merasa isu kesetaraan yang sebaiknya didorong adalah soal kuota. Dilihat dari angka-angka statistik, perempuan segera melakukan pembenahan. Di Chevron, dengan jumlah pekerja mencapai 3.500 orang, kuota perempuan baru 11% saja. “We still have work to do untuk meningkatkan partisipasi female workers.”

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...