"Keganjilan Teknologi" Diproyeksi Jadi Tren Ekonomi Kreatif 2019-2020
Pelaku ekonomi kreatif segmen usaha kecil dan menengah (UKM) diharapkan bisa memetakan prospek pasar secara lebih akurat. Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) memfasilitasi kebutuhan mereka dengan mempublikasikan proyeksi tren bisnis ekonomi kreatif hingga 2020.
Wakil Kepala Bekraf Ricky Joseph Pesik mengutarakan, Indonesia Trend Forecasting (ITF) merupakan kegiatan tahunan sejak 2017. ITF kali ini diharapkan dapat menjadi acuan yang lebih kredibel guna mempermudah pelaku ekonomi kreatif (ekraf) memetakan prospek pasar.
"Gagasan dari trend forecast ini adalah membantu pelaku ekraf yang notabene UKM karena sulit bagi mereka untuk melakukan riset dan pengembangan bisnis sendiri. Jadi, sekarang mereka memiliki acuan yang lebih jelas dan mudah diakses," kata dia, di Jakarta, Kamis (27/9).
(Baca juga: Bekraf Bawa Lima Tantangan Ekonomi Kreatif Indonesia ke Forum Dunia)
Trend forecast 2019/2020 bertema Singularity. Ini merupakan hasil riset kedua seputar perkembangan tren bisnis kreatif yang dirilis Bekraf. Hasil kajian pertama dipublikasikan pada 2017 bertema Greyzone.
Proyeksi tren bisnis ekraf periode 2019 - 2020 tersebut dapat diakses melalui portal daring trenforecasting.id. Laman ini didesain sebagai wadah bagi desainer, baik fesyen maupun produk, untuk berinteraksi satu sama lain.
Riset mengenai tren ekraf 2019 - 2020 dilakukan dengan mengamati pola konsumsi maupun pemikiran masyarakat global pada era teknologi digital seperti sekarang. Trend forecast ini diharap bisa meningkatkan praktik bisnis ekraf mulai dari proses kreasi, produksi, distribusi, hingga konsumsi.
"Terjadi perubahan dalam pola konsumsi di pasar global. Ada hal yang bisa kita baca lebih jauh. Kami ingin mendorong untuk memunculkan sentimen positif terhadap konsumsi produk-produk ekraf Indonesia," tutur Ricky.
Tema Singulariy untuk proyeksi tren ekraf dua tahun ke depan terutama dapat digunakan sebagai rujukan bagi subsektor bisnis fesyen, kriya, desain interior, dan desain produk. Makna tema ini secara sederhana ialah tentang keganjilan teknologi.
Konseptor dan Penulis tim ITF 2018 Isti Dhaniswari menuturkan, penamaan Singularity terinpirasi dari paradoks terbesar abad ke-21. Sejumlah pertanyaan mendasari paradoks ini salah satunya terkait eksistensi manusia.
"Apakah kita akan terhapus oleh mesin, atau justru keberadaan mesin tersebut akan memperbaiki eksistensi kita?" ujarnya.
(Baca juga: Tumbuh 20%, Penonton Bioskop Diproyeksi Capai 60 Juta pada 2019)
Terdapat empat subtema yang menjadi representasi Singularity, yaitu exuberant, neo medieval, svarga, dan cortex. Masing-masing subtema ini merepresentasikan respons masyarakat dalam menghadapi perkembangan teknologi.
Exuberant mewakili segmen masyarakat yang merespons perkembangan tenologi digital secara positif dan optimistis. Neo medieval menunjukkan kalangan berpola pikir cenderung bertahan dengan konsep konvensional. Svarga merujuk kepada mereka yang sisi humanis dan spiritualnya tergugah. Cortex mewakili kelompok yang melebur bersama dengan teknologi.