Kubu Jokowi-Ma'ruf Menilai #2019GantiPresiden Timbulkan Perpecahan
Polemik gerakan #2019GantiPresiden masih terus bergulir. Kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin kukuh berpendapat gerakan tersebut dapat menyebabkan perpecahan di tengah masyarakat.
Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Zuhairi Misrawi mengatakan potensi perpecahan akan timbul, karena gerakan #2019GantiPresiden tidak memunculkan adu argumen dan gagasan. Gerakan ini dianggap lebih bersifat emosional.
Alhasil, masyarakat dapat terprovokasi dan muncul konflik baru yang membuat terjadinya polarisasi. "Ketika masuk pusaran konflik, ini akan menjadi bola liar bagi demokrasi dan menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat," kata Zuhairi di Jakarta, Rabu (12/9).
(Baca: Perang Tagar Tak Akan Signifikan Merangkul Pemilih Mengambang)
Menurutnya, gerakan #2019GantiPresiden tidak mendidik. Dia pun khawatir gerakan tersebut ditunggangi kepentingan politik tertentu yang memiliki orientasi berbeda. Kepentingan tersebut tak lagi untuk mengganti presiden, melainkan sistem pemerintahan. Apabila tidak diwaspadai, gerakan ini akan membawa kondisi Indonesia seperti negara-negara konflik di Timur Tengah.
"Bisa saja ditunggangi kelompok ekstrem, radikal, yang ingin menjadikan satu pertarungan ini terlalu jauh. Karena itu, semua pihak harus hati-hati dengan pertarungan tagar ini," kata Zuhairi.
Sementara Anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra Andre Rosiade mengatakan kubu Jokowi-Ma'ruf tak perlu panik dengan gerakan #2019GantiPresiden. Gerakan seperti ini biasa terjadi sebagai bagian dari dinamika menjelang pesta demokrasi.
(Baca: Survei: Gerakan #2019GantiPresiden Genjot Elektabilitas Prabowo-Sandi)
Menurut Andre, selama ini penyelenggaraan gerakan #2019GantiPresiden aman-aman saja. Masyarakat pun menyambut gerakan ini dengan positif. Bahkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sudah menjelaskan penggunaan tagar ini merupakan satu bentuk kebebasan berekspresi.
"Jadi, pemerintah, BIN, Kepolisian tidak perlu sampai (merasa) kebakaran jenggot," ujarnya.
Dia mengatakan polemik ini mencuat karena terjadinya penolakan sekelompok masyarakat di berbagai daerah terhadap penyelenggaraan deklarasi #2019GantiPresiden. Ditambah lagi, pelarangan acara #2019GantiPresiden didukung pihak kepolisian karena alasan keamanan.
Masalah ini semakin runcing ketika Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menuding #2019GantiPresiden sebagai gerakan makar. "Pernyataan Ngabalin ini yang menambah kekisruhan di masyarakat," kata Andre.
(Baca juga: Polemik Gerakan #2019GantiPresiden, antara Aspirasi dan Provokasi)
Andre menilai berbagai peristiwa tersebut menunjukkan pihak Jokowi-Ma'ruf dan pendukungnya masih belum siap berdemokrasi dalam Pilpres 2019. Makanya, setiap acara gerakan #2019GantiPresiden kerap dilarang dan diisukan negatif.
Seharusnya, lanjut dia, Jokowi-Ma'ruf dan pendukungnya siap kalah dan menang ketika berdemokrasi. Alhasil, mereka dapat berkontestasi dalam pesta demokrasi dengan cara yang lebih baik.
"Tagar ini bermasalah karena ada ketidaksiapan, ketidakmampuan pihak penguasa melihat tagar ini menjadi viral, direspon positif oleh masyarakat, sehingga munculah tindakan pelarangan," kata Andre.