Akhir Kisah Elia Massa Manik di Pertamina
Elia Massa Manik pernah dikenal cukup “dingin” ketika membereskan sejumlah masalah pada korporasi negara yang ditanganinya. Utang menggunung, rugi membengkak, dan inefisiensi perusahan pelat merah merupakan beberapa hal yang kerap ia benahi. Namun, di PT Pertamina, dia hanya bertahan setahun sebulan ketika sejumlah proyek besar negara belum selesai seperti pembentukan induk usaha (holding) perusahaan minyak dan gas.
Jumat kemarin, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merombak jajaran direksi perusahaan migas negara itu melalui rapat umum pemegang saham (RUPS). Elia termasuk yang terpental bersama Direktur Mega Proyek Pengolahan dan Petrokimia Ardhy N. Mokobombang, Direktur Pengolahan Toharso, Direktur Manejemen Aset Dwi Wahyu Daryoto, dan Direktur Pemasaran Korporat Muchamad Iskandar. Sementara Direktur Sumber Daya Manusia Nicke Widyawati ditetapkan sebagai Pelaksana tugas Dirut Pertamina.
Menurut Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno, dasar pergantian direksi atas masukan Dewan Komisaris dan implementasi restrukturisasi Pertamina. Berdasar SK 039 Tahun 2018 tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, dan Pengalihan Tugas Anggota-anggota Direksi PT Pertamina -menyangkut perubahan struktur dan nomenklatur- dipecahlah Direksi Pemasaran menjadi tiga yakni Korporat; Ritel; serta Logistik, Supply Chain, dan Infrastruktur.
Menimbang hal itu, kata Fajar, Kementerian BUMN memutuskan untuk melakukan penyegaran terhadap susunan direksi Pertamina. “Ibu Menteri (Menteri BUMN Rini Soemarno) selaku RUPS telah membuat keputusan pemberhentian dengan hormat,” kata Fajar, Jumat (20/04/2018). (Baca: Rini Copot Elia Massa Manik dan Empat Direktur Pertamina).
Penyegaran oleh Kementerian BUMN kali ini merupakan yang paling cepat dalam 15 tahun terakhir. Dirunut ke belakang, Widya Purnama menjadi orang nomor satu di Pertamina dari 2004 – 2006. Ari Soemarno yang menggantikannya pada 8 Maret 2006 bertahan hingga 5 Februari 2009.
Bahkan, Karen Agustiawan menduduki Direktur Utama Pertamina sepanjang pemerintahan kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mulai 5 Februari 2009 – 1 Oktober 2014. Sementara Dwi Soetjipto, selepas menjabat Direktur Utama PT Semen Indonesia pada 18 November 2014, ia didapuk untuk mengendalikan Pertamina hingga 3 Februari 2017.
Rangkain perubahan tersebut selalu menyedot perhatian publik. Maklum, Pertamina salah satu BUMN dengan aset paling besar. Pada 2004, misalnya, total aset perusahaan migas negara ini baru Rp 142,5 trilun, lalu 12 tahun kemudian melonjak menjadi Rp 624,7 trilun. Sepanjang 2016 itu, laba Pertamina US$ 3,14 miliar atau setara Rp 41,7 triliun, melonjak 121,1 persen dari tahun sebelumnya Rp 18,9 triliun.
Dan dalam pergantian pucuk pimpinan tersebut kadang diwarnai kabar tak sedap, misalnya ketika Dwi Soetjipto harus melepaskan jabatannya pada awal tahun lalu. Ketika itu santer tersiar kabar adanya “matahari kembar” di tubuh Pertamina. Selain Dwi, arah kebijakan perseroan cenderung dikendalikan oleh Wakil Direktur Utama Ahmad Bambang.
Sebelum kedua orang ini diganti, muncul kisruh mengenai impor solar 1,2 juta barel untuk Januari 2017 yang diputuskan pada Desember 2016. Keputusan diteken oleh Bambang tanpa melalui Dwi, yang kemudian oleh Bambang dibantah terjadi pelanggaran prosedur.
Karena ada kemelut di internal perusahaan, Kementerian BUMN merombak direksi Pertamina walau menampik terjadinya “matahari kembar”. Kala itu, Komisaris Pertamina Gatot Trihargo mengatakan keduanya dicopot lantaran masalah kepemimpinan. “Salah satu hal yang dicermati Ibu Menteri dan jajaran komisaris adalah masalah leadership,” kata Gatot. Padahal Pertamina memiliki tanggung jawab yang sangat besar. “Manajemen harus solid. Internal yang ada perlu penyegaran.” (Baca: Rini Copot Dirut dan Wakil Dirut Pertamina Karena Tak Solid).
Menteri BUMN Rini Soemarno lalu menunjuk Direktur Gas dan Energi Baru Terbarukan Pertamina Yenni Andayani sebagai pelaksana tugas (Plt) direktur utama menggantikan Dwi. Yenny mengisi pos sementar hingga pemerintah menunjuk Elia sebagai direktur utama yang definitif.
Di industri minyak dan gas, Elia pernah menduduki Direktur Utama PT Elnusa pada Juni 2011 hingga Mei 2014. Saat itu, kondisi perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki Pertamina tersebut cukup memprihatinkan lantaran ulah direktur keuangannya ketika itu. Dalam 2,5 tahun, Elnusa akhirnya keluar dari ancaman kebangkrutan hingga rapor perusahaan mulai menghijau.
Dua tahun selepas dari Elnusa, Elia diamanahi memegang kendai PT Perkebunan Nusantara III (PT PN III). Waktu itu, induk usaha BUMN Perkebunan ini menghadapi krisis keuangan karena dililit seabrek utang, dengan total hingga Rp 33,24 triliun pada semester pertama 2016. Utang sebanyak itu sebagai konsolidasi 13 PT Perkebunan Nusantara di bawah PT PN III.
Dalam upaya membereskan masalah ini, Elia sempat memangkas jumlah direksi hingga maksimal tiga direktur dari sebelumnya empat atau lima direktur. Dia pun memotong biaya produksi, lalu menggenjot produktivitas.
Rekam jejak seperti itu yang menjadi salah satu pertimbangan pemerintah memilihnya untuk menahkodai Pertamina menggantikan Dwi Soetjipto. Namun, tantangan di tubuh perusahan migas ini rupanya lebih besar hingga Jumat kemarin Kementerian BUMN menarik kembali mandatnya.
Beberapa tantangan itu, kata sumber Katadata di industri migas, menyebutkan Elia sempat tidak sejalan dengan arah kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, misalnya terkait penyelesaian delapan blok migas yang masa kontraknya akan habis atau pengalihan Blok Mahakam dari kontraktor lama ke Pertamina. Juga, dalam menyelesaikan pembentukan holding perusahaan migas yang cukup berlarut-larut dibandingkan holding perusahaan tambang.
Akibat kabar itu, awal 2018 ini Elia santer dikabarkan hendak diganti. Namun dia membantahnya, dan menyatakan tetap berhubungan baik dengan pemerintah. “Kami berkomunikasi secara intens,” kata Elia kepada Katadata. “Jangan suka mendengarkan berita hoax, tidak membangun.” (Baca juga: Konsep Awal Penentuan Mitra Pertamina di Delapan Blok Migas Dibatalkan).
Alasan resmi pencopotannya lalu disampaikan oleh Fajar. Salah satu pertimbangannya untuk mempercepat implementasi holding migas. Selain itu terkait perkembangan beberapa situasi terakhir seperti kecelakaan pipa di Teluk Balikpapan dan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM).
Apalagi, komisaris sudah mengkaji pergantian ini selama satu bulan yang hasilnya dilaporkan ke Kementerian. “Dengan direktur yang baru ini justru akan mempercepat proyek modifikasi kilang RDMP, pengalihan Kilang TPPI, holding, dan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat,” kata Fajar, Jumat kemarin.
Elia pun meyakinkan bahwa ia menerima keputusan tersebut dengan lapang dada. “Jangan dibuat polemik, karena jabatan bukan segalanya, hanya sarana untuk berkontribusi,” ujarnya kemarin. (Baca: Hindari Polemik, Ini Pesan Elia Setelah Tak Jadi Dirut Pertamina).
Bursa Baru Dirut Pertamina
Keputusan Kementerian BUMN menunjuk Direktur Sumber Daya Manusia PT Pertamina Nicke Widyowati sebagai Pelaksana tugas Dirut Pertamina -setelah Elia Massa Manik diberhentikan- membuka periode baru masa transisi. Bila mengacu pada periode Yenni Andayani ketika menggantikan Dwi Soetjipto, setidaknya Nicke dapat mengisi kursi kosong ini sekitar sebulan.
Beberapa sumber Katadata di pemerintahan mengatakan Kementerian BUMN telah mengirim sejumlah nama kepada Presiden Joko Widodo sebagai calon Direktur Utama Pertamina. Empat nama tersebut dikirim pada Kamis kemarin, sehari sebelum RUPS Pertamina mencopot Elia Massa Manik.
Menurut dia, dua nama berasal dari lingkaran dalam Pertamina dan dua dari Kementerian BUMN. Namun Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol Kementerian BUMN Ferry Andrianto menyatakan belum mendengarnya. “Saya malah tidak tahu hal tersebut,” ujar Ferry melalui pesan Whatsapp (WA)
Di hari yang sama, Kementerian ESDM juga disebut menyodorkan satu nama kepada Presiden Joko Widodo. Atas nama-nama yang diusulkan ke Jokowi tersebut, Juru Bicara Presiden Johan Budi SP menyatakan belum mengetahuinya. “Aku belum dapat informasinya,” kata Johan ketika mengirim pesan WA.