Makin Langkanya Premium di Metropolitan Kami
Rencana Lama Menghilangkan Premium
Pemerintah sudah lama merencanakan untuk menghilangkan Premium. Pertama, bensin ini beroktan rendah, hanya memiliki RON 88. Padahal, ke depannya, bahan bakar kendaraan disyaratkan makin menghilangkan efek timbal dengan mengolah bensin menjadi BBM beroktan 90 ke atas.
Kedua, sebagai bagian dari reformasi struktural dengan secara perlahan menghilangkan subsidi BBM. Langkah ini kerap mendapat sorotan lantaran sering menuai pro dan kontra. Penghilangan subsidi dianggap pemerintah tidak pro-rakyat. Sementara jika tetap memberi bantuan dalam BBM akan membebani negara dan membuat anggaran tidak sehat.
Rabu lalu, misalnya, Moody’s Investors Service mengkritik pemerintah. Keputusan untuk mempertahankan harga BBM bersubsidi dan tarif listrik di tengah tren kenaikan harga minyak dunia dinilai tidak tepat. Keputusan yang bakal berimbas pada kenaikan beban subsidi energi tersebut dianggap mencerminkan kemunduran reformasi anggaran.
Untuk pertimbangan pertama dalam menggeser ke produk bensin berkualitas tinggi, Dwi Soetjipto, Direktur Utama Pertamina ketika itu, Februari 2016, mengumumkan bahwa Pertamina belum bisa menghapus peredaran Premium. Perusahaan pelat merah ini bisa menghapus peredaran Premium pada 2021.
Sebab, kala itu fasilitas kilang yang dimiliki Pertamina belum mampu memproduksi bensin dengan kualitas lebih tinggi dari Premium. Karena itu perlu revitalisasi kilang terlebih dahulu agar bisa memproduksi bensin dengan kadar oktan yang tinggi seperti Pertamax (RON 92).
Waktu itu, Pertamina sedang merevitalisasi dan memodernisasi empat kilang lamanya lewat program Refining Development Masterplan Program (RDP). Empat kilang tersebut yaitu Kilang Cilacap, Kilang Balongan, Kilang Balik Papan dan Kilang Dumai. Pengerjaan program RDMP membutuhkan waktu hingga lima tahun. (Baca: Investor Jepang Batal Danai Pengembangan Kilang Balikpapan)
Sebelumnya, pada akhir 2014, saat ramai isu pembubaran Pertamina Energy Trading Limited (Petral), pemerintah sempat meminta Pertamina menghapus penjualan Premium di dalam negeri. Ini merupakan usulan dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dipimpin Faisal Basri. Alasannya, untuk memperbaiki tata kelola migas dan meningkatkan kualitas BBM di Indonesia.
Pemerintah memberikan waktu kepada Pertamina dua tahun hingga 2017 untuk menjalankan program penghapusan Premium. Pertamina menyanggupi target ini. Di tengah perjalanan, Pertamina meminta target waktunya diperpanjang tiga tahun dengan mengacu jadwal selesainya program RDMP. (Baca: Pemerintah Akan Terapkan Standar BBM EURO IV pada 2016).
“Kami lagi upgrading dan membangun kilang-kilang baru, baru selesai 2023,” kata VP Retail Fuel Marketing Pertamina, Afandi di Jakarta ketika itu.
Selain itu, Afandi menambahkan, premium masih termasuk sebagai BBM penugasan (Public Service Obiligation/PSO) meski tak lagi disubsidi. Maka, penghapusan premium bergantung pada kebijakan pemerintah. Selama pemerintah masih menugaskan Pertamina untuk menyalurkannya, premium belum dapat dihilangkan.
Sembari menunggu kesiapan menghapus Premium, Pertamina memberikan alternatif pilihan bensin lain yaitu Pertalite dengan RON 90. Pertalite yang sudah diluncurkan Pertamina pada Juli 2015 sudah didistribusikan di 1.931 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina dari Sumatera hingga Papua.