Golkar Bantah Aliran Suap Bakamla Danai Munas 2016
ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Partai Golkar membantah aliran dana suap dari proyek pengadaan satelit monitoring Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk membiayai Musyawarah Nasional (Munas) di Bali tahun 2016.
Pernyataan tersebut merespon fakta persidangan yang disebut pengusaha PT Rohde & Schwarz Indonesia Erwin Arif ketika menjadi saksi. Dalam persidangan, Erwin menyebut politisi Golkar Fayakhun Andriadi meminta US$300 ribu untuk kepentingan Munas dari PT Melati Technofo Indonesia selaku pemenang tender.
Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily mengklaim bahwa dana yang masuk ke rekening partai harus sesuai peraturan perundang-undangan. Ace menyebut dana yang digunakan untuk kegiatan partai harus berasal dari tiga sumber pembiayaan.
Sumber dana pertama berasal dari iuran kader Golkar. Dana juga didapatkan dari sumbangan. Kemudian, Golkar mendapatkan pembiayaan yang bersumber dari pemerintah.
"Oleh karena itu kami pastikan tidak ada dana yang masuk ke kas partai yang berasal dari apa yang disampaikan fakta persidangan kemarin itu," kata Ace di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Kamis (25/1).
Ketua DPP Golkar Melchias Markus Mekeng mengatakan, uang yang didapatkan Golkar dipastikan harus masuk ke rekening partai terlebih dahulu. Uang tersebut menurutnya harus berasal dari sumber yang jelas dan telah diaudit oleh KPU.
Menurut Mekeng, jika uang tersebut tak masuk ke rekening partai, ia menilai nama Golkar hanya dicatut oknum tertentu untuk kepentingan pribadi. "Itu hanya orang jual-jual nama. Kami enggak tahu siapa yang menjual itu," kata Mekeng.
Sekretaris Jenderal Golkar Lodewijk Fredrich Paulus mengklaim saat ini pengurus Golkar tak mengetahui adanya uang suap yang mengalir untuk Munas 2016. Pasalnya, pengurus Golkar saat ini terdiri dari formatur yang baru dibentuk bulan ini.
"Kami tidak tahu dan tidak mengerti karena ini pengurus baru, ini kejadian tahun 2016. Jadi kami baru kemarin terus kalau dibebani pertanyaan seperti itu jawabnya apa?" kata Lodewijk.
Politisi Golkar Fayakhun Andriadi sebelumnya disebut dalam persidangan kasus korupsi Bakamla di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (24/1). Fayakhun disebut pernah meminta US$ 300 ribu untuk keperluan Munas Golkar yang memenangkan Setya Novanto sebagai Ketua Umum.
Hal ini diungkapkan Erwin yang bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan. Perusahaan Erwin, PT Rohde & Schwarz Indonesia, merupakan vendor yang digunakan PT MTI selaku pemenang lelang proyek pengadaan alat pemantauan satelit di Bakamla.
Dalam percakapan Whatsapp yang ditunjukkan di persidangan, Fayakhun meminta Erwin memberitahu PT MTI untuk membayarkan lebih awal US$ 300 ribu dari total US$ 900 ribu yang dijanjikan. Uang tersebut merupakan fee dari anggaran Rp 1,22 triliun.
Permintaan mempercepat pengiriman uang itu dilakukan dengan alasan adanya kepentingan Munas Golkar. "Apa bisa dipecah yang cash di sini (US$) 300 ribu, sisanya di JP Morgan? 300 ribunya diperlukan segera untuk petinggi-petingginya dulu. Umatnya nyusul minggu depan," seperti dikutip dari pesan tersebut.
Dalam kasus ini, Nofel Hasan didakwa menerima SIN$ 104.500 dari Fahmi Darmawasyah. Uang tersebut merupakan suap untuk memenangkan PT Merial Esa dalam tender pengadaan drone dan satelit monitoring di Bakamla.
Editor: Yuliawati