Jejak Setya Novanto di Sidang Korupsi e-KTP
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2013.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Setya berperan dalam proses perencanaan dan pembahasan di DPR dan proses pengadaan barang jasa dalam proyek e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun dari nilai total proyek Rp 5,9 triliun.
Novanto juga diduga telah mengkondisikan peserta dan
pemenang pengadaan barang dan jasa e-KTP. Peran Setya ini diduga bekerja sama dengan tersangka korupsi e-KTP lainnya, Andi Narogong.
"Sebagaimana terungkap dalam fakta persidangan, korupsi e-KTP diduga sudah direncanakan dalam proses perencanaan yang terjadi dalam dua tahap, yaitu penganggaran dan proses pengadaaan barang dan jasa," kata Ketua KPK
Agus Rahardjo, Senin (17/7) malam.
(Baca: Setya Novanto Jadi Tersangka Kasus Korupsi e-KTP)
Juru bicara KPK Febri Diansyah menyatakan lembaga anti rasuah itu memiliki bukti permulaan yang cukup kuat dalam menetapkan Setya Novanto. Dia mengatakan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka setelah memproses informasi dari lebih 100 saksi di persidangan dengan mengajukan 6000 bukti di persidangan.
"Setelah dianalisis penuntut umum, kami meyakini ada bukti permulaan yang cukup sehingga kami meningkatkan statusnya," kata Febri.
Setya merupakan tersangka keempat dalam dugaan korupsi e-KTP. Sebelum dia, KPK telah menetapkan Andi Narogong dan dua orang yang kini menjadi terdakwa. Kedua orang itu adalah mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen
Kemendagri Sugiharto.
Selama di persidangan terdakwa Irman dan Sugiharto, para saksi maupun berkas surat dakwaan dan tuntutan jaksa mengurai beberapa dugaan peran Setya Novanto. Berikut rangkaian fakta persidangan:
1. Jatah fee Rp 574,2 miliar
Jaksa menyebutkan Andi Narogong bersama dengan para politikus di DPR membagikan anggaran proyek e-KTP menjadi dua bagian. Pertama sebesar 51% atau Rp 2,6 triliun dipergunakan untuk belanja modal proyek. Kedua, sebesar 49 % atau Rp2,5 triliun untuk fee yang dibagi-bagikan ke beberapa pihak.
Jaksa menyebutkan jatah fee itu diberikan kepada: a) pejabat Kemendagri termasuk Irman dan Sugiharto sebesar 7% Rp 365,4 miliar b. anggota Komisi II DPR sebesar 5% atau Rp 261 miliar c. Setya Novanto dan Andi Narogong sebesar 11% atau Rp 574,2 miliar d. Anas Urbaningrum dan M Nazarudin juga mendapat jatah yang sama dengan Setya Novanto e. Keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15% sejumlah Rp783 miliar.
(Baca: Usai Diperiksa Kasus Korupsi e-KTP, Setya Novanto Diteriaki Mahasiswa)
2. Pertemuan membahas proyek e-KTP
Terdakwa Irman dan Sugiharto mengaku diajak Andi Narogong bertemu beberapa kali dengan Setya Novanto membahas proyek e-KTP.
Pertemuan pertama berlangsung di Hotel Gran Melia, Jakarta sekitar pukul 06.00 WIB. Ketika itu yang hadir yakni Irman, Sugiharto, Diah Anggraini (eks Sekjen Kemendagri), Drajat Wisnu (ketua lelang proyek), dan Isnu Edhi (ketua konsorsium PNRI). Dalam pertemuan itu menurut saksi dan terdakwa Setya Novanto menyampaikan dukungan terhadap proyek e-KTP.
Beberapa hari kemudian digelar pertemuan antara Irman dengan Andi Narogong di ruang kerja Setya Novanto di lantai 12 Gedung DPR. Saat pertemuan itu, Andi menanyakan kepastian anggaran proyek e-KTP agar Irman
dapat melakukan persiapan. Setya Novanto ketika itu menjawab, "Ini sedang kami koordinasikan perkembangannya, nanti kami hubungi Andi," bunyi surat tuntutan.
3. Setya Novanto disebut terima uang
Dalam surat tuntutan disebutkan setelah proyek berjalan, Andi Narogong menyerahkan uang kepada Setya Novanto selama empat tahap. Pembayaran tiga kali pada 2011 dan satu kali pembayaran pada 2012. Uang diperoleh Andi dari dari Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana. PT Quadra Solution merupakan perusahaan konsorsium e-KTP.
Namun, sejak Mei 2012 Anang tak bersedia memberikan uang kepada Setya Novanto dan membuat Andi marah. "Kalau begini saya malu dengan Setya Novanto, kemana muka saya dibuang kalau hanya sampai di sini sudah berhenti," bunyi surat tuntutan.
4. Upaya menghilangkan fakta
Di surat tuntutan, jaksa menyebutkan Setya Novanto berupaya menghilangkan fakta keterlibatan dalam proyek e-KTP. Hal ini terungkap dari kesaksian Sekjen Kementerian
dalam Negeri Diah Anggraini yang mengaku diperintahkan Novanto agar menyampaikan pesan kepada Irman, supaya tidak mengaku tidak mengenal Novanto bila ditanya penyidik KPK.
(Baca: Jaksa Jelaskan Fakta Keterlibatan Setya Novanto dalam Korupsi e-KTP)
5. Keikutsertaan Keponakan dalam konsorsium E-KTP
Keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi, bersaksi pernah bergabung dengan konsorsium pelaksana proyek e-KTP lewat perusahaan PT Murakabi Sejahtera. Berdasarkan kesaksian beberapa orang di pengadilan, Andi Narogong melibatkan Murakabi sebagai salah satu konsorsium dalam proses lelang e-KTP, selain Konsorsium Astragraphia, dan Konsorsium Murakabi Sejahtera. Konsorsium PNRI disiapkan untuk menjadi pemenang lelang, sementara dua lainnya hanya sebagai pendamping lelang.
Bantahan Setya Novanto
Setya Novanto pernah hadir sebagai saksi dalam sidang korupsi e-KTP pada Kamis (6/4), dia membantah menerima suap dan mendalangi korupsi. Setya menyatakan tidak tahu-menahu perihal penganggaran dan pengadaan proyek e-KTP. "Saya tidak tahu, saya tidak pernah tahu," kata Setya ketika bersaksi di ruang pengadilan.
Ketua Umum Partai Golkar ini membantah kedekatannya dengan Andi Narogong. Ia mengaku hanya dua kali bertemu Andi. Pertama kali pada tahun 2009 di restoran milik Setya.
Ketika itu, kata Setya, Andi tiba-tiba datang dan memperkenalkan diri sebagai pengusaha konveksi. Andi kemudian menawarkan kerjasama pembuatan atribut Partai Golkar. Pertemuan kedua tak lama berselang, juga dengan agenda serupa.
(Baca: Jadi Saksi di Pengadilan, Setya Bantah Mendalangi Korupsi Proyek e-KTP)