Tiga Langkah Arcandra Tekan Dana Cost Recovery
Cost recovery atau penggantian biaya operasi sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) tengah menjadi sorotan pemerintah. Untuk itu pemerintah menyiapkan tiga langkah agar anggaran negara untuk cost recovery ini bisa lebih efisien.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan selama ini cost recovery selalu dikaitkan dengan produksi. Masalahnya, dana yang dikeluarkan pemerintah untuk cost recovery selalu naik setiap tahunnya, tapi produksi migasnya selalu turun.
(Baca: Hadapi Gangguan Operasi, Produksi Minyak Oktober Turun)
Menurut Arcandra, faktor utamanya adalah kondisi lapangan migas di dalam negeri yang semakin tua. Lapangan yang sudah tua ini membuat biaya perawatan mahal, sementara produksinya turun secara alamiah. Kondisi memang wajar, makanya pemerintah tidak mempersoalkannya.
Hal yang menjadi sorotan pemerintah bukanlah tren cost recovery yang terus meningkat, melainkan mengenai efektifitas dan ketepatan penggunaannya. “Yang menjadi konsentrasi kami adalah apakah benar syarat cost recovery sekian,” kata dia dalam acara diskusi di Jakarta, Kamis (10/11).
Arcandra mengatakan upaya penghematan cost recovery berbeda beda antara satu lapangan migas dengan yang lain. Untuk proyek yang sudah berjalan, pemerintah tidak akan mengotak-atik belanja modal, melainkan hanya melihat ketepatan belanja operasional. Sementara untuk proyek baru atau proposal rencana pengembangan lapangannya (PoD) belum disetujui, pemerintah akan mengevaluasi belanja modal dan operasionalnya.
(Baca: Revisi Aturan Cost Recovery Hanya untuk Kontrak Baru Migas)
Arcandra mengatakan ada tiga langkah yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengefisiensikan cost recovery. Pertama adalah penggunaan teknologi tepat guna. Pemerintah akan menggunakan teknologi yang lebih murah, tapi produksi yang dihasilkan bisa sama dengan teknologi yang mahal.
Alokasi Penggunaan Cost Recovery 2016
Kedua, dengan menyederhanakan perizinan. Saat ini untuk melakukan pengeboran awal di Indonesia membutuhkan waktu tahunan, sedangkan di Amerika Serikat (AS) hanya dua minggu. Hal ini yang menyebabkan pelaku industri gas serpih (shale gas) di AS kebanyakan usaha kecil dan menengah (UKM). Meski hanya UKM, mereka bisa meningkatkan produksi dua kali lipat selama tujuh tahun.
Ketiga, strategi kontrak untuk proses perencanaan, pengadaan, hingga konstruksi (EPC) proyek. Arcandra menginginkan agar proses desain awal (FEED) sampai desain detail dikerjakan oleh satu perusahaan. Karena jika proses ini dikerjakan oleh perusahaan berbeda, tentu akan berdampak pada biaya.
“Akan terjadi dispute kalau beda company, kejadiannya change order. Cost membengkak, jadwal proyek berantakan, dan yang lebih parah proyek mangkrak,” ujar dia. (Baca: Anggaran Cost Recovery Migas Tahun Depan Melonjak 24 Persen)
Sebagai gambaran, anggaran cost recovery atau penggantian biaya operasi industri hulu minyak dan gas bumi (migas) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 ditetapkan sebesar US$ 10,4 miliar. Nilainya lebih tinggi 24 persen dibandingkan alokasi dalam APBN-Perubahan 2016 yang hanya US$ 8,4 miliar.