Operasi Pungli di Perhubungan Ungkap Potensi Kerugian Negara
Setelah Polda Metro Jaya melakukan operasi tangkap tangan (OTT) atas dugaan praktik pungutan liar (pungli) di Kementerian Perhubungan beberapa waktu lalu, sejumlah data Kementerian disegel. Salah satu dampaknya, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan tidak bisa melanjutkan proses pengukuran ulang bobot kapal.
“Kami tidak bisa apa-apa karena datanya diberi police line,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono kepada Katadata, Jumat, 21 Oktober 2016. (Baca: Jokowi Murka Pegawai Kementerian Perhubungan Lakukan Pungli).
Kini, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menunggu proses penyelidikan oleh kepolisian. Jika dalam satu hingga dua pekan mendatang data tersebut masih disegel, Tonny akan melayangkan surat kepada kepolisian untuk mengakses data dalam bentuk hard copy itu.
Sebelumnya, melalui keterangan resmi dua pekan lalu, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menyatakan verifikasi atau pengukuran ulang kapal perikanan merupakan bentuk tindak lanjut kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam kajian 2014, KPK menemukan masalah tata laksana pengelolaan sumber daya kelautan dan menemukan beberapa kapal dianggap melakukan mark down. Oleh sebab itu, pemerintah mengukur ulang terhadap seluruh kapal penangkap ikan.
Kementerian Perhubungan kemudian menerbitkan Surat Edaran Nomor UM.003/47/16/DJPL-15 tanggal 10 Juli 2015 tentang verifikasi atau pengukuran ulang terhadap kapal penangkap ikan. Tonny menyatakan ditemukan perbedaan antara data bobot kapal di surat kapal dengan kondisi fisik kapal. (Baca: Jokowi Akan Terbitkan Perpres Sapu Bersih Pungli).
“Yang jelas, negara merugi dari segi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” ujar Tonny. Ia menuturkan, negara berpotensi menanggung kerugian karena pemilik kapal cenderung memperkecil ukuran kapal karena pemerintah daerah menerbitkan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) untuk kapal dengan ukuran di bawah 30 gross tonnage (GT).
Sementara itu, untuk kapal di atas 30 GT, perizinan memerlukan persetujuan pemerintah pusat, yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sampai Oktober 2016, Direktorat Perkapalan dan Kepelautan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah melakukan verifikasi terhadap 2.223 kapal dengan berbagai ukuran, dari total 15.800 unit kapal penangkap ikan di 169 pelabuhan. (Baca: Susi Berantas Illegal Fishing, Penerimaan Sektor Perikanan Melejit)
Sebelumnya, pada Juli lalu seperti dilansir situs Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kasubdit Analisis Dokumen Usaha Penangkap Ikan, Direktorat Pengendalian Penangkapan Ikan KKP, Yeppi Sudarja menjelaskan bahwa pengukuran ulang kapal dilakukan untuk mencegah kebocoran pendapatan negara. “Verifikasi ulang bahwa kapal itu sudah sesuai dokumennya,” kata Yeppi.