Menteri ESDM Kesulitan Sederhanakan Perizinan Sektor Energi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku target pemangkasan izin sektor energi hingga tersisa 10 izin tahun ini, akan sulit tercapai. Penyebabnya adalah beberapa izin tersebut merupakan mandat dari Undang-Undang (UU).
Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan tidak semua perizinan di sektor energi dapat disederhanakan. Apalagi untuk izin yang terkait langsung dengan Undang-undang. Jika izin tersebut mau dipangkas harus mencabut atau merevisi UU yang ada terlebih dahulu.
Dengan kondisi ini, kementerian akan sulit mengejar target pemangkasan perizinan sektor energi tahun ini. Kementerian menargetkan tahun ini bisa memangkas jumlah perizinan usaha sektor energi dari 89 izin, menjadi hanya 10 izin.
"Menjadi 10 izin itu berat, jadi mungkin sekitar 20 izin. Yang jelas akan ada perampingan sangat besar akhir tahun," kata dia di Gedung Kementerian ESDM Jakarta beberapa hari lalu. (Baca: 2016, ESDM Targetkan Perizinan Sektor Energi Hanya 10 Izin)
Kesulitan ini juga pernah disampaikan Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM pada perhelatan akbar Indonesian Petroleum Association (IPA) ke 40 Tahun bulan lalu. I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan belum bisa memangkas perizinan di sektor migas sesuai target tahun ini. Alasannya sama, karena terhambat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Minyak dan Gas Bumi (Migas) yang belum selesai.
Awalnya kementerian menargetkan tahun ini bisa memangkas 39 izin di sektor migas. Dengan target tersebut, jumlah izin migas yang saat ini masih menyisakan 42 jenis izin, berkurang menjadi hanya 3 izin. Namun, dengan adanya kendala tersebut, kementerian memprediksi hanya mampu menyederhanakan izin migas menjadi 8 izin tahun ini.
Dalam tiga tahun terakhir, Kementerian ESDM sudah berhasil memangkas 62 izin migas. Pada 2011 jumlah izin migas di Kementerian ESDM mencapai 104, kemudian disederhanakan menjadi 51 pada 2012. Tahun lalu jumlah izin ini kembali dikurangi sehingga tersisa 42. (Baca: Pemangkasan Izin Migas Terhambat Pembahasan RUU Migas)
Secara keseluruhan, Kementerian ESDM telah berhasil memangkas izin investasi sektor energi sebesar 60 persen yakni dari 218 izin menjadi hanya 89 izin. Dari 89 izin tersebut, sebanyak 63 diantaranya telah dilimpahkan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP).
Dengan adanya penyederhanaan tersebut, sudah ada 559 izin investasi dan rekomendasi yang telah dikeluarkan Kementerian ESDM. Rinciannya, 308 izin ketenagalistrikan senilai Rp 258 triliun, 50 izin mineral dan batu bara (minerba) senilai Rp 70 miliar, dan 200 izin minyak dan gas bumi.
Masalah perizinan memang kerap menjadi sorotan para pelaku industri. Di sektor migas, Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Association (IPA) Marjolijn E. Wajong pernah mengatakan waktu yang dibutuhkan dari pengajuan izin sampai produksi berkisar antara 10 tahun hingga 15 tahun. Ini tidak sebanding, karena jangka waktu kontrak yang diberikan kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) hanya 30 tahun.
Untuk sektor kelistrikan, para kontraktor juga mengeluhkan hal yang sama. Saat bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/6) lalu, Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Kontraktor Mekanikal dan Elektrikal Indonesia (AKLI) dan Asosiasi Profesionalis Elektrikal Indonesia (APEI) juga mengeluhkan masalah perizinan. Masalah ini bisa membuat kontraktor sulit bersaing. (Baca: Bertemu Jokowi, Kontraktor Listrik Masih Keluhkan Masalah Perizinan)
Dalam pertemuan tersebut, Ketua Umum APEI Puji Muhardi menjelaskan sulitnya perizinan usaha dan sertifikasi tenaga kerja. Lebih lanjut, AKLI dan APEI juga mengeluhkan perizinan usaha ketenagalistrikan dan usaha jasa konstruksi yang tumpang tindih, yakni Undang-Undang Jasa Konstruksi, Undang-Undang Ketenagalistrikan, dan Undang-Undang Ketenagakerjaan.