Jelang Lebaran, Badan POM Temukan Rp 654 Juta Produk Pangan Berbahaya
Selama Ramadan hingga menjelang Hari Raya Idul Fitri, Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) terus menggelar pengawasan untuk melindungi masyarakat dari peredaran produk pangan olahan yang tidak memenuhi syarat dan ketentuan. Pengawasan ini dilakukan sejak 27 April hingga 22 Mei 2020 melalui 33 Balai Besar/Balai POM dan 40 Kantor Badan POM di kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
“Kegiatan intensifikasi pengawasan pangan tahun ini berfokus pada 3 (tiga) kategori yaitu pengawasan sarana distribusi, pengawasan pangan olahan, serta pengawasan pangan jajanan buka puasa/takjil terhadap kemungkinan kandungan bahan berbahaya di dalamnya,” kata Kepala Badan POM, Penny K Lukito melalui siaran pers, Jumat (15/05).
Hasilnya, dari 1.197 sarana distribusi pangan yang diperiksa, terdapat 38,10% sarana distribusi yang tidak memenuhi ketentuan karena menjual pangan rusak, pangan kedaluwarsa, maupun tanpa izin edar. Jumlah total temuan produk pangan tersebut sebanyak 290.681 pieces dengan total nilai ekonomi mencapai Rp 654,3 juta.
(Baca: Mama: Jangan Mudik Dulu, Nak!)
Jika dibandingkan dengan data intensifikasi pangan tahun 2019, terjadi peningkatan jumlah temuan produk TMK, namun terjadi penurunan besaran nilai ekonomi temuan. “Temuan produk tidak memenuhi ketentuan tahun ini didominasi oleh pangan kedaluwarsa,” kata Penny.
Berdasarkan lokasi temuan, jenis pangan tanpa izin edar paling banyak ditemukan di Surakarta, Banyumas, Banggai, Manokwari, dan Sorong. Temuan pangan kedaluwarsa banyak ditemukan di Manokwari, Sorong, Mimika, Morotai, dan Aceh Tengah. Temuan pangan rusak dengan jenis pangan minuman berperisa, susu, krimer, biskuit, dan makanan ringan banyak ditemukan di Manokwari, Gorontalo, Aceh Tengah, Sorong, dan Surakarta.
Kemudian, hasil pengawasan takjil menunjukkan bahwa dari 6.677 sampel yang diperiksa, sebanyak 73 sampel atau 1,09% tidak memenuhi syarat. Sebab, berbagai produk tersebut mengandung bahan yang disalahgunakan dalam pangan seperti formalin, boraks, rhodamin B, dan pewarna methanyl yellow.
(Baca: Peretail Mengeluh Sulit Dapat Pasokan Gula Pasir Sejak Pandemi Corona)
Jenis pangan yang banyak ditemui mengandung bahan berbahaya tersebut adalah kudapan, minuman berwarna, makanan ringan, mie, lauk pauk, bubur dan es. Dibandingkan dengan tahun 2019, terjadi penurunan persentase produk tidak memenuhi syarat terhadap jumlah sampel sebesar 1,96%, yaitu dari 3,05% pada tahun 2019 menjadi 1,09% pada tahun 2020.
Tindak lanjut terhadap pangan olahan kemasan yang rusak, kedaluwarsa, dan tanpa izin edar adalah diturunkan dari display, direkomendasikan untuk diretur ke supplier ataupun dimusnahkan. Badan POM juga melakukan pembinaan ke penjual/manajemen ritel agar tidak lagi menjual produk berbahaya tersebut.