Hadapi Paceklik, Stok Beras Bulog Tembus 2 Juta Ton
Badan Pangan Nasional mendata stok cadangan beras pemerintah atau CBP di gudang Perum Bulog saat ini sejumlah 2,07 juta ton. Pemerintah optimistis kekurangan produksi selama masa paceklik hingga Februari 2025 dapat tertangani.
Volume cadangan beras yang diwajibkan pemerintah adalah 1,2 juta ton. "Memang angka produksi beras pada bulan ini hingga Februari 2025 di bawah 2 juta ton per bulan. Karena itu, pemerintah memang perlu menggunakan CBP," kata Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dalam Rapat Koordinasi Pengamanan Nataru 2024/2025 di Jakarta, Kamis (5/12).
Badan Pusat Statistik memprediksi volume produksi beras per Desember 2024 naik 50 ribu ton menjadi 1,19 juta ton. Angka produksi beras pada tahun ini turun 2,44% secara tahunan menjadi 30,34 juta ton. Pada saat yang sama, volume konsumsi naik 1,01% menjadi 30,92 juta ton.
Neraca produksi beras sepanjang tahun ini diperkirakan bakal minus hingga 590 ribu ton. Angka tersebut lebih rendah 222,92% dari realisasi neraca produksi pada 2023 sebanyak 480 ribu ton.
Arief menyampaikan CBP saat ini telah tersebar di 1.600 gudang Bulog. Secara rinci, totalnya mencapai 1,75 juta ton, sedangkan 311.348 ton CBP masih dalam perjalanan dari luar negeri.
Bantuan Pangan Dilanjutkan
Selain menghadapi masa paceklik beras, Arief mengatakan tingginya CBP di Bulog membuat program bantuan pangan dapat dilanjutkan. Pemerintah melanjutkan program ini paruh kedua 2024, yakni pada Agustus, Oktober, dan Desember.
Bulog akan menyalurkan beras sejumlah 10 kilogram pada 22 juta penerima bantuan pangan. Dengan kata lain, akan ada 220 ribu ton beras yang akan diberikan langsung bagi keluarga prasejahtera.
Program bantuan pangan juga akan berlanjut selama musim paceklik beras. Namun, usulan tersebut masih dibicarakan antara Presiden Prabowo Subianto, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Keuangan.
"Program bantuan pangan rencananya akan dilanjutkan pada Januari-Februari 2025, tapi saat ini kami akan fokus menyalurkan bantuan pangan bulan ini jelang Nataru 2024/2025," katanya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, produksi beras baru mulai pulih usai dihantam El Nino pada tahun lalu. Hal ini menjadi salah satu penyebab neraca produksi beras masih akan defisit pada akhir tahun ini.
Peningkatan produksi paling besar diproyeksi terjadi bulan lalu sebesar 21,03% secara tahunan atau 530 ribu ton menjadi 3,05 juta ton. Adapun peningkatan terkecil diprediksi ada pada Desember 2024 sebesar 4,39% secara tahunan atau 50 ribu ton menjadi 1,19 juta ton.
Menurut Amran, peningkatan produksi selama lima bulan terakhir tahun ini disebabkan program pompanisasi. Program tersebut memanfaatkan air dangkal atau air di atas tanah dengan pompa ke lahan pertanian.
Amran mengasumsikan rata-rata harga beras per kilogram hasil surplus tersebut senilai Rp 12 ribu. Dengan demikian, program pompanisasi mendatangkan perekonomian senilai Rp 14,28 triliun dalam bentuk beras lokal.