Langkah Bulog & Kementan Atasi Ancaman Defisit Pangan Saat Pandemi
Selama masa pandemi virus corona, setidaknya dua kali Presiden Joko Widodo alias Jokowi mengingatkan tentang bahaya defisit pangan di Indonesia. Peringatan pertama disampaikannya pada pertangahan April.
Dalam peringatan pertama itu, Jokowi mengutip Badan Pangan dan Pertanian PBB yang mengisyaratkan bahaya krisis pangan dunia. Ia pun meminta kepada seluruh kepala daerah untuk memastikan ketersediaan pangan di wilayahnya.
Peringatan kedua diungkapkan Jokowi pada 28 April. Ia mengungkapkan bahan pokok defisit di banyak provinsi. Rinciannya, stok beras defisit di 7 provinsi, jagung defisit di 11 provinsi, cabai besar defisit di 23 provinsi, dan stok cabai rawit defisit di 19 provinsi.
“Stok bawang merah diperkirakan juga defisit di satu provinsi dan stok telur ayam defisit di 22 provinsi,” imbuh Jokowi.
Selain itu, Jokowi juga mengungkap stok gula pasir juga diperkirakan defisit di 30 provinsi. Kemudian stok bawang putih juga diperkirakan defisit di 31 provinsi. Hanya stok minyak goreng yang diperkirakan cukup untuk 34 provinsi.
“Oleh sebab itu transportasi distribusi pangan antar provinisi, antar wilayah, antar pulai tidak boleh terganggu,” kata Jokowi.
(Baca: Bulog Bakal Serap 650 ribu ton Beras dari Panen Raya hingga Juni 2020)
Kemungkinan defisit pangan memang sudah terlihat sejak 3 April. Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Wahyu saat itu menyatakan panen masa tanam pertama (MT1) pada April tak mendapat hasil maksimal. Penyebabnya keterlambatan musim tanam karena iklim cuaca yang kurang mendukung serta meningkatnya gangguan hama, seperti tikus. Penurunan mencapai 50%.
Di sisi lain, impor untuk memenuhi sisa kebutuhan sulit dilakukan lantaran arus pasok global terdampak pembatasan sosial di sejumlah negara. Negara pengekspor beras pun membatasi ekspornya, seperti Vietnam yang memfokuskan produksi berasnya untuk kebutuhan di dalam negeri. Sementara Thailand menaikkah harga ekspornya nyaris 100%.
Padahal data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, pada 2018 Indonesia mengimpor 767,2 ribu ton beras Vietnam. Menjadikan Vietnam sebagai pengekspor beras terbesar kedua ke negeri ini setelah Thailand yang mengekspor 795,6 ribu ton. Di tahun itu, total impor beras Indonesia sebanyak 2,2 juta ton.
(Baca: Krisis Pangan Dunia Menghantui Indonesia)
Langkah-Langkah Bulog
Menyikapi ancaman defisit pangan ini, Perum Bulog telah menyiapak sejumlah langkah untuk mengatasinya. Direktur Operasional Bulog, Tri Wahyu Saleh menyatakan, Bulog telah mendistribusikan beras ke daerah-daerah yang dikhawatirkan mengalami defisit.
“Dalam waktu dekat, hanya dua hari setelah dipublikasikan ada tujuan daerah yang defisit sudah kami laksanakan. Alhamdulillah saat ini sudah tersedia semua,” kata Wahyu dalam konferensi Video, Minggu (17/5).
Khusus untuk beras, Bulog juga melakukan penyerapan gabah di tangan petani. Setiap hari penyerapan yang dilakukan lebih kurang 12 ribu ton. Pada puncak panen yang berlangsung Mei dan Juni, diharapkan bisa menyerap hingga 90 ribu ton per hari.
Untuk memenuhi kebutuhan gula, Wahyu mengatakan Bulog akan melakukan impor. Seluruh gula hasil impor akan disebar ke penjuru Indonesia melalui operasi pasar. Sehingga, harga yang kini melambung di tingkat eceran mencapai Rp 17-18 ribu bisa ditekan dan kembali ke Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 12.500.
“Kami imbau masyarakat tidak panik, sehingga bijaklah dalam membeli komoditi pangan,” kata Wahyu.
Selain melalui langkah-langkah tersebut, Bulog pun akan menyalurkan beras bansos kepada 877.376 keluarga penerima manfaat (KPM) di Jabodetabek yang terdampak pandemi corona. Angka ini setara 60,48% dari total target penerima bantuan.
Bantuan beras yang diberikan adalah 25 Kg per KPM. Penyaluran ini akan dilakukan dalam dua periode, yakni 5-18 Mei dan 1-14 Juni 2020. Data Bulog menyatakan, penerima manfaat paling banyak di Jakarta Timur sebanyak 273.784 KPM. Lalu paling sedikit di Kepulauan Seribu, sebanyak 3.244 KPM.
(Baca: Impor Daging Kerbau, Bulog Tunggu Kelonggaran dari Pemerintah India)
Langkah Kementan
Kementerian Pertanian (Kementan) pun turut mengambil langkah dalam mengatasi ancaman defisit pangan dalam negeri. Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan, Agung Hendriadi mengatakan 7 provinsi yang mengalami defisit beras akan dapat ditutup oleh 27 provinsi yang mengalami surplus.
“Stok awal April sebesar 3,45 juta ton cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah yang defisit,” kata Agung.
Bedasarkan perkiraan ketersediaan pangan nasional Kementan, surplus beras hingga Juni 2020 mencapai 6,4 juta ton, jagung surplus 1,01 juta ton, bawang merah surplus 330.384 ton. Delapan komoditas lain, yakni bawang putih, cabai merah besar, cabai rawit, daging sapi, daging kerbau, telur ayam, gula pasir, dan minyak goreng juga diperkirakan surplus.
Agung menyatakan, defisit di beberapa daerah merupakan hal wajar dan tak perlu dikhawatirkan. Hal ini karena masa panen dan kualitas panen di beberapa daerah selalu berbeda di setiap tahunnya. Oleh karena itu, Kementan akan terus menjaga distribusi dan pasokan pangan di negeri ini merata.
Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengirim cabai merah dan cabai rawit dari Jateng dan Jatim ke Sumbar dan Jambi pada pekan lalu. Kementan juga akan mengangkut pangan untuk Sulut, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
Kementan melaksanakan pula operasi pasar murah di setiap provinsi dan mendorong pasar mitra tani yang ada di setiap provinsi mengoptimalkan layanan pesan antara secara daring.
(Baca: Defisit Pangan di 7 Provinsi Ditutupi oleh 27 Provinsi yang Surplus)