Tahun Ajaran Baru Mulai 13 Juli, Kapan Sekolah di DKI Akan Dibuka?
Para pelajar di DKI Jakarta diperkirakan belum dapat belajar langsung di sekolah hingga Juli nanti. Wakil Gubernur Ahmad Riza Patria mengatakan pemerintah provinsi tidak akan membuka sekolah kalau suasana belum aman di tengah pandemi corona.
“Kami pastikan di Juni ini belum. Juli kami (akan) lihat, rasanya juga belum," katanya saat menggelar pertemuan melalui video konferensi dengan para guru dan orang tua murid, Sabtu (6/6).
Dalam kesempatan yang sama, seperti terlihat pada akun Youtube Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Gubernur Anies Baswedan hanya dapat memastikan tahun ajaran baru bakal berlangsung pada 13 Juli. “Tapi kapan masuk sekolah, saya juga tidak tahu. Mudah-mudahan wabah ini bisa landai,” ucapnya.
(Baca: Perkantoran Mulai Buka, Anies Awasi Jam Kerja hingga Arus Kendaraan)
Melansir dari situs covid19.go.id, kasus positif virus corona di DKI Jakarta belum menunjukkan penurunan. Angkanya per kemarin mencapai 8.033 kasus atau 25,1% dari jumlah terkonfirmasi nasional. Pemerintah provinsi pun telah menetapkan 66 wilayah rukun warga atau RW di ibu kota dalam zona merah, seperti terlihat dari grafik Databoks di bawah ini.
Kondisi ini membuat warga Jakarta merasa belum saatnya memasuki hidup normal baru atau new normal di tengah pandemi. Hasil survei yang dilakukan Lapor Covid-19 menunjukkan, indeks persepsi risiko DKI Jakarta masih sebesar 3,46 atau berada di antara kurang siap dan agak siap.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia atau PGRI Profesor Unifah Rosyidi mengatakan sebanyak 85,5% orang tua cemas anaknya kembali ke sekolah pada tahun ajaran baru.
Sebaliknya, sekitar 65% anak berharap dapat bersekolah kembali. “Anak sudah terlalu lama tinggal di rumah. Ada kejenuhan dan rindu suasana sekolah,” ucapnya, dikutip dari Antara. Sementara bagi guru, sebanyak 57% siap kembali mengajar dan 43% memilih mengajar dari rumah.
(Baca: Anies Sebut Aturan Ganjil-Genap Motor di Jakarta Belum Tentu Berlaku)
Pembelajaran Jarak Jauh Dilanjutkan?
PGRI merekomendasikan agar pemerintah tetap menerapkan metode belajar jarak jauh pada tahun ajaran baru. Metode ini lebih aman diterapkan di saat pandemi virus corona belum mereda.
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau yang kerap disapa Kak Seto juga berpendapat serupa. “Menurut saya tetap siap dengan kurikulum di rumah saja,” katanya.
Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Evy Mulyani mengatakan tahun ajaran baru tidak serta merta proses pembelajaran di sekolah akan langsung dilakukan secara tatap muka. “Kebanyakan sekolah akan tetap melakukan pembelajaran jarak jauh seperti saat ini," ucapnya.
Saat ini terdapat beberapa alternatif bagi sekolah untuk melakukan pembelajaran jarak jauh, yaitu pembelajaran secara daring melalui internet, pembelajaran melalui siaran televisi dan radio, dan pembelajaran melalui modul yang diberikan kepada siswa untuk dipelajari secara mandiri dengan koordinasi antara guru dan orang tua.
(Baca: Panduan Berangkat dan Pulang Kerja Selama PSBB Transisi Jakarta)
Persoalan Dalam Pembelajaran Jarak Jauh
Dalam video konferensi dengan Anies, beberapa orang tua murid menyebut kendala yang dialami saat pembelajaran jarak jauh. Yang utama adalah informasi sekolah yang tidak lengkap dan membuat orang tua murid tidak tahu target pembelajaran. Beban tugas juga menjadi persoalan.
Lalu, orang tua murid juga merasa kesulitan menjadi guru di rumah dan membantu anak memahami materi pelajaran. Mereka tidak siap untuk mendampingi anak-anak dan mengatur jadwal belajar. Anak-anak juga terlihat bosan belajar di rumah.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebelumnya juga menyebut masalah keterbatasan kuota internet dan gawai yang tidak memadai menghambat pembelajaran jarak jauh. “Baik guru maupun murid sama-sama memiliki keterbatasan kuota internet,” kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti pada awal Mei lalu, dilansir dari MediaIndonesia.com.
Dari hasil surveinya, sebanyak 42,2% responden siswa mengaku memiliki keterbatasan kuota internet. Hal ini membuat tatap muka dengan aplikasi Zoom atau sekadar video call menjadi sulit. Sebanyak 15,6% responden mengatakan tidak memiliki peralatan memadai, seperti laptop atau telepon selular.
(Baca: Pembukaan Sekolah dan Kampus di Jakarta Menanti Evaluasi Fase Transisi)