Kejaksaan Agung Periksa Ketua API Dalam Kasus Penyelundupan Tekstil

Image title
24 Juli 2020, 11:24
kejaksaan agung, tekstil
ANTARA FOTO/Reno Esnir
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) didampingi Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi (kiri) menunjukan barang bukti tekstil selundupan saat rilis Pembongkaran penyelundupan tekstil di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (3/5). Kejaksaan Agung terus menyelidiki kasus penyelundupan tekstil.

Kejaksaan Agung memeriksa Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat Usman, dalam kasus dugaan penyelundupan produk tekstil. Kasus itu terjadi pada periode 2018 - 2020 dan telah menyeret lima orang sebagai tersangka.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkun) Hari Setiyono mengatakan pemeriksaan terhadap Ade diperlukan untuk mencari bukti-bukti mengenai tata laksana impor produk tekstil, khususnya dari India yang mempunyai pengecualian tertentu. "Kami mencari fakta bagaimana proses import tekstil yang sebenarnya dijalankan oleh anggota Badan Pengurus Nasional Pertekstilan Indonesia," kata Hari melalui siaran pers, Kamis (23/7) malam.

Sebelumnya, Korps Adhyaksa telah menahan salah satu tersangka, yaitu Mukhammad Muklas selaku Kepala Bidang Pelayanan Kepabeanan dan Cukai KPU Bea Cukai Batam periode 2017-2019. Muklas baru ditahan karena sebelumnya mengalami reaktif uji Covid-19 saat diperiksa di kediamannya di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Untuk mencegah potensi penularan virus, pemeriksaan pun dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat. "Para saksi wajib mengenakan masker dan selalu mencuci tangan menggunakan hand sanitizer sebelum dan sesudah pemeriksaan," kata dia.

Di sisi lain, pihak API tidak memberikan komentar terkait pemeriksaaan penyelundupan tekstil oleh Kejaksaan Agung.  Sekretaris Eksekutif API, Rizal Tanzil Rakhman, tak menjawab sambungan telepon ketika dihubungi Katadata.co.id pada Jumat (24/7).

Dalam pemberitaan sebelumnya, Rizal membantah keterlibatan API dalam kasus tersebut. Pihanya pun bakal mengevaluasi pengawasan impor tekstil dan siap memberi sanksi tegas jika ada anggota yang terlibat.

"Secara internal kami akan mengevaluasi bersama pengurus mengenai sanksinya. Namun, untuk sanksi hukum, kami serahkan ke Kepolisian dan Kejaksaan Agung," kata Rizal kepada Katadata.co.id, Senin (29/6).

Sejauh ini, Kejaksaaan telah menetapkan lima orang tersangka, yakni Mukhamad Muklas Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai, Batam, Dedi Aldrian Kepala Seksi Pabean dan Cukai III pada KPU Bea dan Cukai Batam, Hariyono Adi Wibowo Kepala Seksi Pabean dan Cukai I pada KPU Bea dan Cukai Batam.  

Kemudian, Kamaruddin Siregar Kepala Seksi Pabean dan Cukai II pada KPU Bea dan Cukai Batam, serta Irianto pemilik PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima. Kelima tersangka telah ditahan oleh Kejaksaan Agung. 

Kasus ini bermula pada periode 2018 hingga April 2020 saat pejabat Bea dan Cukai Kota Batam bersama dengan PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima melakukan kegiatan impor produk kain sebanyak 566 konteiner. Mereka bersengkongkol dengan cara mengubah invoice dengan nilai yang lebih kecil untuk mengurangi bea masuk yang harus dibayar perusahaan. 

Tak hanya itu, para tersangka juga mengurangi volume dan jenis barang dalam dokumen perizinan dengan tujuan mengurangi kewajiban Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara atau BMTPS. Caranya dengan menggunakan Surat Keterangan Asal atau SKA yang tidak benar.

Kecurigaan terhadap kasus itu terendus sejak Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta Utara menemukan 27 kontainer milik kedua perusahaan pada 2 Maret 2020 yang tidak sesuai jumlah dan jeninya. Jumlah kelebihan fisik barang untuk PT. PGP sebanyak 5.075 roll dan PT. FIB sebanyak 3.075 roll. 

Di dalam dokumen pengiriman disebutkan juga disebut asal kain berasal dari Shanti Park, Myra Road, India dan kapal pengangkut berangkat dari Pelabuhan Nhava Sheva di Timur Mumbai, India. Namun faktanya, kapal pengangkut tersebut tidak pernah singgah di India dan kain-kain tersebut ternyata berasal dari Tiongkok.  

Tiongkok merupakan eksportir tekstil dan produk tekstil (TPT) terbesar ke Indonesia. Pada 2018, volume impor TPT asal Tiongkok mencapai 4.392 ton, turun 27,18% dibandingkan dengan 2017 yang mencapai 6.031 ton.     

Impor TPT dari Tiongkok pada 2017 sempat melonjak hingga 123,29% dibandingkan 2016 yang sebesar 2.701 ton. Secara berturut-turut, volume impor TPT asal Tiongkok mencapai 4.080 ton pada 2014 kemudian turun menjadi 3.530 ton pada 2015, dan turun lagi menjadi 2.701 pada 2016.    

Adapun nilai impor TPT asal Tiongkok pada 2018 sebesar US$ 42,7 juta, meningkat 19,75% dari periode sebelumnya yang sebesar US$ 35,7 juta. Sebagaimana volume impor TPT, nilai impor terendah terjadi pada 2016 sebesar US$ 25,7 juta atau menurun hingga 44,18% dibandingkan 2015 yang sebesar US$ 46 juta. 

Reporter: Tri Kurnia Yunianto

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...