Rencana Buka Pintu Lebih Lebar untuk Investasi Asing lewat Omnibus Law
Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk memacu investasi, terutama di masa pandemi Covid-19. Salah satu yang utama adalah mengusulkan pemangkasan bidang usaha yang tertutup untuk investasi asing dalam daftar negatif investasi (DNI) dari 20 bidnag usaha menjadi 6 bidang usaha. Usulan itu dimasukkan dalam Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang tengah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Wacana ini awalnya disampaikan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia pada Februari 2020. Meski demikian ia tak menyebutkan detail sektor yang akan dikeluarkan dari kegiatan yang ditutup bagi investasi asing.
Belakangan, Bahlil menyampaikan daftar 6 bidang yang tetap tertutup yakni perjudian/kasino, produksi narkotika golongan I (ganja), dan industri pembuatan senjata kimia. Lalu ada pula industri pembuatan Bahan Perusak Lapisan Ozone (BPO), penangkapan spesies ikan yang dilindungi, dan pemanfaatan atau pengambilan koral/karang dari alam.
"Ini usulan BKPM dan diputuskan Kemenko Perekonomian," kata Bahlil, Rabu (8/9) dikutip dari Tempo.
Apalagi saat ini pemerintah sedang mengejar target investasi usai realisasi investasi pada kuartal II hanya Rp 191,2 triliun atau anjlok 3,4% secara year-on-year. Hal ini seiring dampak pandemi mulai mempengaruhi aliran modal yang masuk ke RI.
Selama enam bulan pertama 2020, pemerintah baru mengumpulkan investasi Rp 402,6 triliun separuh jalan menuju target Rp 817,2 triliun. Makanya Bahlil yakin bahwa sasaran tersebut akan tercapai. "Makanya saya tidak lakukan revisi target, kecuali kalau angka Covid-19 naik lagi," ujarnya pekan lalu.
Bahlil sempat mengatakan bahwa pembukaan bidang usaha ini tidak diatur dalam Omnibus Law. Namun belakangan, beredar lampiran Kemenko Perekonomian yang berisi bahwa revisi ini masuk RUU Cipta Kerja dan bukan di dalam Peraturan Presiden.
Dari lampiran tersebut, Kemenko menjelaskan bahwa tujuan masuknya revisi DNI dalam RUU Cipta Kerja sebagai bentuk peningkatan kekuatan payung hukum. "Ini untuk memberi kepastian pelaku usaha bahwa hanya ada 6 bidang yang tertutup untuk penanaman modal," demikian bunyi keterangan Kemenko dalam lampiran tersebut.
Meski demikian pemerintah belum merespons apakah usulan terkait dibukanya daftar negatif ini telah disepakati dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hingga berita ini ditulis, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono belum membalas telepon dan pesan singkat dari Katadata.co.id.
Sedangkan dewan mengaku belum menyepakati usulan pemerintah tersebut. “Belum,” kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya dalam pesan singkatnya, Rabu (16/9).
Begitu pula Anggota Baleg dari Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno yang menyatakan investasi bersama ketenagakerjaan, bersama harmonisasi sanksi belum menjadi kesepakatan pemerintah dan dewan. “Serta DIM yang menyangkut kepentingan serta koordinasi antar Kementerian dan Lembaga,” katanya.
Mengacu Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016, tanpa 6 bidang yang tetap tertutup maka 14 bidang usaha yang akan dibuka adalah pengangkatan benda berharga asal muatan kapal tenggelam, industri pembuat Chlor Alkali dengan Merkuri, bahan aktif pestisida, minuman beralkohol, minol berbahan anggur, minuman mengandung malt.
Lalu ada pengoperasian terminal penumpang angkutan darat, penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor, sarana navigasi pelayaran dan Vessel Traffic Information System (VTIS), layanan navigasi penerbangan, jasa pengujian tipe kendaraan bermotor.
Sisanya adalah penyelenggaraan stasiun monitoring spektrum frekuensi radio dan orbit satelit, museum pemerintah, serta jasa pengoperasian wisata peninggalan sejarah dan purbakala (candi, keraton, prasasti, petilasan, bangunan kuno).
Bukan Satu-satunya Jalan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan saat ini pembahasan omnibus law sudah mencapai tahap finalisasi. Dia mengatakan aturan sapu jagat akan menjadi salah satu resep manjur memacu investasi.
Meski demikian pengusaha tak sepenuhnya sependapat bahwa revisi DNI menjadi jalan keluar memacu investasi. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai investor juga memperhitungkan aspek lainnya seperti efisiensi, kelancaran logistik, dan keuntungan kegiatan usahanya.
Mereka juga mempertimbangkan biaya tenaga kerja, kelancaran ekspor-impor, kemudahan perizinan untuk seluruh aspek kegiatan usaha, biaya energi, konektivitas, hingga aspek perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) atas produk barang atau jasa yang dihasilkan.
Dengan segudang masalah, Shinta menilai masih banyak tugas yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan investasi. Makanya dia berharap pemerintah dapat melakukan harmonisasi kebijakan untuk mendorong investasi di Tanah Air.
"Namun menurunkan hambatan atau persyaratan untuk investasi asing akan membuat investor lebih tertarik untuk menanamkan modal," ujar dia.
Sedangkan nada kekhawatiran disampaikan oleh Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho. Ia khawatir perubahan DNI akan mematikan industri dalam negeri seiring dengan masuknya investor asing.
"Kalau investasi domestik masih cukup baik, artinya dari segi kompetisi tidak perlu membuka untuk investor asing," ujar dia.
Andry juga belum bisa menilai tingkat apakah revisi tersebut akan berdampak kepada peningkatan investasi. Ini lantaran kondisi global tengah dihadapi krisis kesehatan yang turut berdampak pada ekonomi dan investasi. “Agak sulit menilai atau memproyeksikan ke depan seperti apa," ujar dia.
Adapun Hendrawan mengatakan Fraksi PDIP masih akan membahas rencana pemerintah membuka beberapa bidang usaha. Namun Partai Banteng mensyaratkan pencadangan usaha untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). “Ikuti terus karena bisa berubah setiap waktu,” katanya.