Tongkat Komando Luhut saat Periode Kritis Pandemi Covid-19
Penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia memasuki periode kritis seiring lonjakan jumlah kasus dan angka kematian. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Luhut Binsar Pandjaitan untuk menekan pandemi di 9 provinsi prioritas. Penunjukan tersebut menuai kontroversi karena sudah ada kepala daerah dan Komite Penanganan Covid dan Pemulihan Ekonomi Nasional (Komite PC-PEN). Sejauh mana peran Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi tersebut mengorkestrasi penanganan pandemi dan memenuhi target dari Jokowi?
Pada Rabu lalu (30/9), jumlah kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 282.724 orang, melonjak 64% dari bulan sebelumnya. Sedangkan jumlah pasien meninggal 10.601 orang atau melonjak 45% dalam rentang satu bulan. Jumlah tersebut tertinggi ketiga di Asia. Adapun, rasio kematian pasien 3,7% di Indonesia di atas rata-rata global yaitu 3%.
Pada hari itu juga, Luhut menggelar rapat maraton sejak pagi hingga malam hari dari kantornya di Kementerian Marinves. Pagi hari, purnawirawan Jenderal TNI ini mengadakan rapat terbatas dengan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Ketua Satgas PEN Budi Gunadi Sadikin, Ketua Satgas PC Doni Monardo, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito.
Yang dibahas adalah persiapan program vaksinasi. Dalam beberapa kesempatan, Jokowi menyebut vaksin menjadi kunci untuk mengakhiri pandemi. Hasil uji klinis vaksin corona dari Sinovac di Bandung akan rampung akhir Desember nanti. Adapun, emergency use authorization akan menggunakan uji klinis dari Brasil.
(Baca juga: Para Menteri Berbagi Peran Kunci Mengatasi Pandemi & Pemulihan Ekonomi)
Selain itu, pemerintah mulai mendistribusikan obat --yang diklaim mampu mengobati pasien Covid-19-- ke rumah sakit seluruh Indonesia hingga akhir tahun nanti. Ada tiga dari empat jenis obat yang sudah mulai disebar sejak September lalu.
Namun, sebelum vaksin dan obat teruji keampuhannya, Luhut punya pekerjaan rumah besar untuk menekan penyebaran Covid-19, khususnya di semua provinsi di Pulau Jawa yang menjadi episentrum pandemi saat ini. Di sisi lain, pandemi dan pembatasan aktivitas usaha telah menekan perekonomian sehingga Indonesia terancam masuk masa resesi pada kuartal III tahun ini.
"Jangan tutup mati (usaha), tapi jangan terlalu longgar juga. Biar ekonomi masih bisa jalan sampai obat-obat yang kita adakan bisa masuk ke rumah sakit," kata Luhut ketika membuka rapat keduanya pada Rabu kemarin, yaitu rapat koordinasi penanganan covid 19 di Jabodetabek. Rapat itu dihadiri para pemimpin dan puluhan pejabat serta pemangku kepentingan di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.
Sinkronisasi kebijakan
Dalam rapat secara virtual itu, Luhut menyoroti kasus Covid-19 di Jabodetabek masih menunjukkan tren kenaikan dalam dua pekan terakhir bulan September jika dibandingkan dua pekan sebelumnya. Padahal, kasus positif di Jakarta menunjukkan tren melandai.
Untuk itu, perlu sinkronisasi kebijakan penanganan Covid-19 di Jabodetabek, khususnya pengetatan aktivitas masyarakat dan usaha. Sinkronisasi kebijakan tersebut terutama dalam pembatasan aktivitas restoran dan tempat makan yang dianggap sebagai salah satu pusat penyebaran virus Covid-19.
Salah satu bahasan utamanya adalah pembatasan operasional restoran dan kafe. Selama PSBB ketat di Jakarta lebih dua pekan terakhir ini, restoran dan kafe tetap buka tapi dilarang melayani makan di tempat alias dine in. Pembeli hanya diizinkan memesan dan membawa pulang makanannya.
Anies meminta daerah lain di sekitar Jakarta menerapkan kebijakan yang sama agar kasus Covid-19 bisa ditekan di Jabodetabek. Doni Monardo mendukung keinginan tersebut. Namun, Luhut rupanya tak sepakat.
+ Anies: Kalau orang sakit, minum pil yang manis terus, susah Pak. Perlu ada kesepakatan pengetatan restoran selama dua pekan saja. Biar warga gak kucing-kucingan.
- Doni: Iya, perlu ada keputusan soal dine-in ini, bagaimana aturannya. Karena penyebaran Covid-19 banyak terjadi di tempat makan.
* Luhut: Input dari walikota-walikota (Bodetabek) kemarin, mereka masih up and down. Karena mereka ingin tetap bisa buka (restoran).
Kemudian Luhut memutuskan tempat makan dan restoran di Bodetabek hanya boleh beroperasi hingga pukul 18.00 WIB dan masih bisa makan di tempat. "Ini kita coba dulu satu minggu mulai 2 Oktober. Kemudian dievaluasi, kalau angka kasusnya masih tinggi maka makan di restoran akan dilarang," katanya.
Dalam rapat tersebut, Luhut juga meminta aparat kepolisian dan TNI di daerah, baik Polda, Polres, Kodam dan Korem, membantu penanganan Covid-19 di daerahnya masing-masing. "Korem Bogor dan Kodam Siliwangi bantu Depok karena Walikota dan wakilnya ikut Pilkada."
Selain itu, Luhut meminta TNI dan Polri membantu penegakan kedisiplinan masyarakat dalam memakai masker dan menghindari kerumuman. "Kalau melihat kerumuman, disemprot saja pakai air."
Rapat itu pun rampung kurang dari satu jam. Tanpa jeda, Luhut kemudian menggelar rapat koordinasi percepatan penyelesaian klaim biaya perawatan pasien Covid-19 di Provinsi Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Nanggroe Aceh Darussalam, dan Kalimantan Selatan. Persoalan klaim biaya ini sempat dikeluhkan rumah sakit kepada pemerintah sehingga perawatan pasien Covid-19 menjadi tersendat.
Potong birokrasi
Dalam rapat yang dihadiri pejabat Kementerian Kesehatan dan Direktur Utama BPSJ Kesehatan Fahmi Idris tersebut, empat kepala daerah menyampaikan beberapa persoalan terkait klaim rumah sakit di daerahnya. Luhut meminta agar daerah memenuhi persyaratan administrasinya, sementara Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan bakal mempermudah prosedur pencairan klaim.
"Kemarin juga ada rapat yang sama dengan Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Bali. Hari ini saya dapat laporan, itu sudah diselesaikan," kata Luhut.
(Baca juga: Analisis Data: Waspadai Lonjakan Cepat Kurva Covid-19 di Indonesia)
Berdasarkan laporan Kemenkes, jumlah rumah sakit yang belum mengajukan klaim per 29 September 2020 sebanyak 543, turun dibandingkan hari sebelumnya 550 RS. Sebaliknya, total klaim yang sudah dibayarkan mencapai Rp 5,79 triliun, naik Rp 168 miliar dari hari sebelumnya.
Menurut Luhut, persoalan klaim biaya perawatan pasien Covid-19 karena kompleksnya birokrasi. "Birokrasi itu yang saya potong. Berani ngak motong itu?"
Persoalan birokrasi juga yang dipotong Luhut dalam distribusi obat untuk pasien Covid-19 di rumah sakit. "Saya bilang, obat dari Kemenkes langsung terjunkan ke rumah sakit. Jangan melalui sini, sini," katanya.
Langkah memangkas birokrasi dan prosedur itu perlu dilakukan karena kondisinya saat ini Krisis Covid-19. Meski kebijakan melangkahi prosedur itu tidak boleh dilakukan seterusnya. "Ini dalam emergency, harus ada langkah-langkah yang berani," katanya.
Selain memotong jalur birokrasi, Luhut mengedepankan keberanian mengambil keputusan dalam menangani pandemi. Dia mencontohkan persoalan obat untuk pasien Covid-19 yang masih memicu perdebatan di antara para dokter.
Padahal, berdasarkan pengalaman empiris, beberapa jenis obat itu dapat menyembuhkan pasien sehingga secara teorinya akan menurunkan tingkat kematian. "Jadi harus ada keputusan. Daripada mati kalau tidak dikasih obat?"
Hal lain yang dilakukan Luhut adalah selalu mengecek pekerjaan yang tengah dijalankan anggota tim atau bawahannya. "Mungkin agak cerewet, tapi tidak apa-apa. Ini soal style. Saya akan selalu ricek, ricek, dan ricek," ujarnya.
Ia mengaku terkadang menelepon kepala daerah untuk mengecek kondisi penanganan corona di sana, atau menanyakan lagi perkembangan pekerjaan yang sudah diputuskan sebelumnya.
Menuai kontroversi
Keputusan Jokowi menunjuk Luhut untuk menekan penambahan kasus harian Covid-19 di 9 provinsi prioritas: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Papua, dan Bali, menuai kontroversi. Pasalnya, sudah ada beberapa pejabat, kementerian, dan badan baru yang dibentuk sehingga berpotensi menambah kerumitan dan tumpang tindih penanganan pandemi.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan kunci memutus rantai Covid-19 seharusnya dipegang oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Terawan bisa langsung terjun pada pembenahan di sisi kesehatan, sedangkan Tito bertugas mengoordinasikan kepala daerah di garis depan.
Sedangkan pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Pandu Riono mempertanyakan strategi pemerintah yang berganti-ganti dalam menghadapi corona. Awalnya pengendalian pagebluk dilakukan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Namun belakangan beralih ke Komite PC-PEN.
“Terakhir ada menteri (Luhut) yang bukan bidangnya pada posisi manajemen (corona). Tapi tidak seperti itu caranya,” kata Pandu dalam sebuah diskusi, Rabu (30/9).
Sebaliknya, dokter spesialis paru yang juga Dewan Penasihat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Arifin Nawas menyambut baik penunjukan Luhut. Pada 19 September lalu, PDPI diundang rapat oleh Luhut untuk membahas penanganan corona di wilayah dengan penularan tinggi.
Dari hasil pertemuan itu, Luhut berkenan melakukan pembenahan demi menghindari korban lebih banyak. “Yang paling penting, sekarang ditangani oleh orang yang benar-benar dipercaya Presiden,” kata Arifin.
Luhut mengaku tidak pernah meminta dan tidak tahu alasan penunjukannya oleh Presiden. "Mungkin intuisi seorang pemimpin, oh ini emergency maka saya kasih saja ke Pak Luhut. Ya itu hak dia (Presiden), kamu tanya dia saja alasannya," katanya.
Namun, Luhut membayangkan jika sebagai seorang komandan maka akan mencari orang yang tepat untuk menyelesaikan sebuah krisis. "Jadi, tidak boleh orang menyalahkan, kenapa Luhut yang ditaruh di sana. Kecuali saya gagal (selama ini)."
Di sisi lain, Luhut mengaku strategi yang dijalankannya selama sekitar dua pekan ini sudah di jalur yang tepat. Meski dia belum bisa memastikan kapan kurva pandemi di Indonesia akan melandai dalam waktu singkat.
Yang pasti, dia melihat masa 1 - 1,5 bulan ke depan merupakan periode kritis hingga adanya vaksinasi yang ditargetkan bulan November mendatang. Hingga masa itu tiba, Luhut akan menekan penyebaran pandemi melalui tes, pelacakan, dan perawatan (testing, tracing, treatment). "Tiga itu saja, sederhana kan sebenarnya. Jadi jangan membuat persoalan itu menjadi rumit."
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan