Memperkuat Daya Saing Daerah untuk Pemulihan Pasca Pandemi

Anshar Dwi Wibowo
Oleh Anshar Dwi Wibowo - Tim Riset dan Publikasi
7 Oktober 2020, 18:41
Warga menjemur ikan di Kampung Nelayan, Jakarta Utara, Minggu (9/8/2020). Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengklaim penurunan penjualan tangkapan nelayan mencapai 21 persen dan pendapatan hingga 90 persen akibat merebaknya virus covid-19.
Adi Maulana Ibrahim|Katadata

Pandemi Covid-19 meluluhlantahkan perekonomian global. Di Indonesia, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2020 tercatat minus, dan diprediksi akan berlanjut pada kuartal III. Itu artinya Indonesia di ambang resesi. Sebuah keadaan yang menggambarkan penurunan kegiatan ekonomi secara signifikan.

Kebijakan karantina wilayah atau lockdown membuat aktivitas masyarakat menurun. Kegiatan bisnis pun lesu. Imbasnya banyak usaha yang gulung tikar atau melakukan efisiensi. Pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai daerah pun tidak terelakkan. Secara nasional, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, jumlah pekerja yang di PHK maupun dirumahkan per 31 Juli 2020 sebanyak lebih dari 3,5 juta orang.

Untuk meredam gejolak akibat pandemi, pemerintah menggulirkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Di antaranya dengan mendorong upaya belanja pemerintah dari berbagai sektor dan pengembangan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui  penyaluran dana bantuan produktif dan subsidi bunga kredit. Selain itu pembentukan komite pemulihan ekonomi nasional hingga penjaminan kredit modal kerja untuk korporasi.

Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir dampak yang lebih besar di kemudian hari. Sebab, apabila perekonomian tak kunjung bangkit maka akan berpengaruh terhadap aspek lainnya. Seperti ketahanan sosial dan tata kelola pembangunan yang harus bertransformasi sebagai modal pembangunan berkelanjutan.

Mengutip artikel yang disiarkan Komisi Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Asia dan Pasifik (UNESCAP), perang melawan Covid-19 membuat Asia-Pasifik dihadapkan pada pilihan-pilihan kebijakan krusial. Ini sebagai upaya menyeimbangkan respons jangka pendek dengan visi pengembangan jangka panjang untuk mewujudkan agenda pembangunan berkelanjutan 2030.   

Namun, perlambatan ekonomi juga dapat menjadi pengingat pentingnya membangun ketahanan dan mempertanyakan pendekatan yang berpusat pada pertumbuhan ekonomi. Selagi menangani krisis ekonomi, pembuat kebijakan perlu memasukkan pertimbangan keberlanjutan pada program stimulus jangka pendek.

Sebagai contoh pada saat krisis finansial global. Selama periode 2009-2012, Korea Selatan menggelontorkan paket stimulus sebesar US$ 38 miliar. Sebanyak 80 persennya dialokasikan untuk sektor yang berhubungan dengan lingkungan. Seperti energi terbarukan hingga manajemen sampah.

Upaya menciptakan daya saing daerah berkelanjutan menjadi perhatian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Yakni bagaimana membangun rekomendasi solusi yang tidak hanya menyelamatkan Indonesia dari krisis, tapi menjadi fondasi bagi mencapai sasaran akhir pembangunan daerah yaitu kesejahteraan masyarakat.

Menurut KKPOD, salah satu peluang yang bisa diambil pemerintah ialah merancang strategi yang berorientasi pada pertumbuhan hijau (green growth) sebagai implementasi green stimulus recovery. Ini merupakan pendekatan terbaik dalam menyusun strategi perencanaan pembangunan yang mengejar aspek pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.

Sesuai dengan skenario Low Carbon Development Initiative (LCDI) yang disampaikan Bappenas pada 2019, proyeksi rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,6 persen hingga 2024. Itu apabila didorong dari area pertumbuhan hijau (green growth).

Sebagai bagian dari perencanaan pembangunan yang fokus pada pertumbuhan hijau, peran pemerintah daerah menjadi sangat penting. Khususnya dalam mengidentifikasi situasi dan permasalahan utama dalam situasi krisis dan pandemi saat ini.

Menurut KPPOD, pemerintah daerah melalui pengembangan daya saing daerah dapat membantu perumusan kebijakan dan program yang lebih relevan dan tepat sasaran. Selain itu, daya saing daerah yang terpantau dan terkoordinasi dengan baik mampu memerincikan potensi sumber daya dan potensi pemungkin dari masing- masing wilayah.

Daya saing daerah berkelanjutan (DSDB) adalah serangkaian institusi, kebijakan dan faktor-faktor yang membuat suatu negara produktif dalam jangka panjang. Dengan tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan, ekonomi, sosial, dan tata kelola. Untuk itu dilakukan sebuah pengukuran indeks daya saing daerah berkelanjutan (IDSDB). IDSDB merupakan alat ukur untuk menilai keberhasilan suatu daerah dalam berkompetisi dengan daerah lain dengan memperhatikan pilar-pilar keberlanjutan.

Kejelian menangkap peluang di masa pandemi merupakan tuntutan dan pekerjaan rumah bersama bagi para pemangku kepentingan ekonomi. Peningkatan daya saing menjadi urgensi dalam rangka menciptakan resiliensi di masa pandemi dan dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Video Pilihan
Loading...

Artikel Terkait