Pandemi Memacu Transaksi Uang Elektronik, BI Soroti Ekspansi Big Tech
Pandemi Covid-19 telah mendorong percepatan transformasi digital, termasuk dalam hal transaksi keuangan. Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono mengatakan, sistem pembayaran digital meningkat pesat selama pandemi.
"Masyarakat mau tidak mau pakai platform digital untuk aktivitas sosial," kata Erwin dalam Indonesia Digital Conference yang digelar oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Selasa (15/12).
Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) BI mencatat, transaksi e-commerce pada 2019 mencapai Rp 201 triliun. Sementara, transaksi e-commerce pada Januari-September 2020 mencapai Rp 180,74 triliun. Angka transaksi tahun ini belum termasuk transaksi hari belanja online nasional (harbolnas).
Kemudian, transkasi digital banking masih stagnan. Pada 2019, transksi digital banking mencapai Rp 27,38 triliun. Sementara, pada Januari-September 2020 sebesar Rp 19,67 triliun.
Sebaliknya, transaksi uang elektronik mengalami peningkatan pesat. Pada 2018, nilai transaksinya hanya mencapai Rp 33,67 triliun. Kemudian, transaksi uang elektronik meningkat pada 2019 sebesar Rp 145,1 triliun. Tahun ini, transaksi sebesar Rp 144,6 triliun tercapai pada Januari-September.
Selain itu, ia mengamati adanya perkembangan big tech, seperti Amazon dan Alibaba. Keduanya merupakan e-commerce yang melebarkan sayap hingga masuk ke sektor keuangan. Sebagai contoh, Alibaba telah mengembangkan layanan finansial seperti pendanaan kredit hingga bisnis pasar keuangan.
Namun, transformasi digital tersebut memberikan tantangan bagi otoritas keuangan. Selain itu, ada sejumlah risiko yang bisa terjadi, seperti risiko siber, perlindungan data, risiko sistemik, hingga risiko shadow banking. "Isu risiko sistemik harus diantisipasi saat merespons digital disruption," ujar dia.
Databoks: Transaksi uang elektronik selama pandemi di Indonesia
EVP Digital Banking Development and Operation Division PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kaspar Situmorang mengatakan, transformasi digital bukan hal yang mudah. "Hanya 2 dari 10 yang berhasil melakukan transformasi digital," ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya melakukan sejumlah upaya guna menghadapi transformasi digital. Salah satunya ialah alokasi sumber daya manusia tanpa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dengan digitalisasi, BRI melakukan alih fungsi pekerjanya menjadi penyuluh digital, yaitu agen pendamping BRI Link. Adapun, agen BRI Link dicari dengan menggunakan algoritma spesifik.
"Kami sekreatif mungkin mengalokasikan pekerja serta bisa meningkatkan fee based income, tanpa cashback, tanpa diskon, tanpa bakar duit," ujar dia.
Dukungan Pemerintah
Guna menyongsong era tersebut, pemerintah pun merancang strategi nasional ekonomi digital. "Di Kemenko Ekonomi, kami sedang menyusun strategi nasional ekonomi digital, outline sudah didiskusikan," kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rudy Salahuddin.
Menurutnya, pembahasan dengan seluruh pemangku kepentingan akan dilakukan mulai 2021. Dalam pembahasan tersebut, strategi nasional ekonomi digital juga akan disusun.
Adapun, strategi nasional tersebut bertujuan untuk mengoptimalisasi dan mengakselerasi transformasi digital. Tak hanya itu, strategi nasional ini akan menjawab masalah pengembangan ekonomi digital di Indonesia, seperti kebijakan yang tumpang tindih, tingginya kebutuhan talenta digital, hingga tingkat literasi digital yang rendah.
"Ini akan menjadi kerangka dan panduan ekonomi digital untuk seluruh pemangku kepentingan," ujar dia. Selain itu, strategi nasional tersebut akan menyatukan kebijakan ekonomi digital di setiap kementerian/lembaga.
Nantinya, strategi nasional tersebut akan ditopang oleh empat pilar utama, yaitu talenta digital, riset dan inovasi, infrastruktur fisik dan digital, serta regulasi dan kebijakan yang mendukung. Harapannya, keempat pilar tersebut dapat memberikan nilai tambah bagi pelaku bisnis, masyarakat, dan pemerintah serta mewujudkan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Adapun, strategi tersebut akan diwujudkan dengan rencana aksi dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Ia pun berharap, masa pandemi Covid-19 dapat menjadi acuan bagi seluruh pihak dalam menyiapkan strategi nasional tersebut.
Hal ini, lanjut Rudy, telah sesuai dengan mandat Presiden Joko Widodo. "Beliau mengatakan krisis ini harus kita manfaatkan untuk transformasi besar-besaran," katanya.
Namun, transformasi digital tersebut bukan berarti tidak menghadapi tantangan. Rudy menyebutkan, ruang lingkup eekosistem digital yang tidak terbatas merupakan hal yang kompleks.
Oleh karenanya, berbagai kebijakan ekonomi digital memerlukan perlakuan khusus. Selain itu, ia menilai perlunya kebijakan akomodatif untuk mendukung kesetaraan (level of playing field), pemberdayaan UMKM, dan pengembangan sumber daya manusia dengan keahlian tinggi.
Ia pun menilai, kebijakan ekonomi digital perlu didesain secara tidak mengekang, namun dapat menjadi pedoman agar ekosistem tersebut tumbuh sehat. "Kalau terlalu ketat, akan menyebabkan pertumbuhan tidak bisa berjalan dengan baik," ujar dia.