Pemerintah Harus Realistis dalam Menjalankan Transisi Energi
Pendiri Medco Group Arifin Panigoro mengatakan, pemerintah harus realistis dalam menjalankan transisi energi di Indonesia.
“Saat ini kita tahapnya (transisi energi-red) masih mimpi. Karena negara lain sudah melakukannya sejak lama. Tapi kita tidak boleh terus bermimpi, karena target yang sudah ditetapkan itu harus bisa dicapai. Proses transisi energi ini tidak bisa dilakukan sendiri tapi harus bekerja sama dengan banyak pihak,” kata Arifin dalam webinar Future Energy Tech Innovation and Forum yang digelar Katadata, Selasa (9/3) pada sesi Imagining Indonesia’s Energy Future.
Arifin mengatakan, masih banyak yang salah dalam memahami transisi energi. Dia memberi contoh tentang energi matahari. Indonesia sebagai negara tropis diyakini mempunyai sumber yang berlimpah dalam sinar matahari.
Namun, kata Arifin, kualitas sinar matahari yang dimiliki Indonesia sebenarnya masih kalah dibandingkan kualitas sinar matahari yang dimiliki negara-negara yang mempunyai banyak gurun seperti Afrika Utara dan Amerika bagian selatan.
“Kalau kita memasang panel surya di negara-negara Afrika Utara atau Amerika bagian selatan seperti Arizona, itu bisa 2-3 kali lipat lebih kayak listriknya dibandingkan Indonesia. Untuk angin juga sama, kita memang punya daerah dengan angin yang bagus di Sulawesi tapi masalahnya konsums terbesar kan ada di Jawa. Bagaimana caranya agar bisa membangun PLTA di pulau Jawa,” jelas Arifin.
Arifin menilai, Indonesia harus realistis dalam melakukan tahapan transisi energi. Karena, negara lain sudah melakukan 10-15 tahun lebih dulu dari Indonesia. Contohnya perubahan dari batubara ke gas. Satu—satunya negara yang dianggap berhasil melakukan transisi itu adalah Afrika Selatan.
Karena, kata Arifin, Afrika Selatan tidak punya pilihan lagi akibat embargo sehingga harus beralih ke gas. Proses tersebut sudah dilakukan sejak lama sementara Indonesia baru akan memulai tahapan tersebut.
Arifin meminta pemerintah untuk memberikan insentif kepada industri energi terbarukan. Karena, investasi di sektor ini masih cukup mahal. Salah satu contoh insentif yang bisa diberikan adalah dengan memberikan harga yang berbeda dibandingkan energi fosil.
Medco Group juga sudah mulai memasuki energi terbarukan. Kata Arifin, Medco sudah memenangkan tender pengadaan pembangkit listrik tenaga surya di Bali.
“PLTS di Bali itu bisa menghasilkan 40 MW, menurut saya itu masih termasuk mahal. Bandingkan dengan Vietnam yang PLTS nya bisa menghasilkan 4.000 MW. Jadi itulah kenapa saya bilang transisi energi di Indonesia baru pada tahap mimpi,” jelasnya.
Arifin menambahkan, meski produksi minyak terus menurun tapi masih ada penemuan sumur minyak baru di sejumlah negara. Dia memberi contoh, belum lama ini Rusia menemukan sumur minyak yang kapasitasnya 100 miliar barel.
“Kita bandingkan, Indonesia itu cadangan minyaknya tinggal 3 miliar barel itu artinya penemuan lapangan minyak di Rusia tersebut lebih dari 30 kali cadangan minyak di Indonesia. Afrika juga masih ada penemuan lapangan minyak yang baru,” ujar Arifin.
Karena itu, Arifin optimistis permintaan terhadap minyak masih tetap ada dalam beberapa tahun ke depan. Saat ini, produksi minyak dunia mencapai 100 juta barel per hari. Ke depan, produksi minyak akan turun tetapi pada 2030 diperkirakan masih pada kisaran 70 juta barel per hari.