AstraZeneca Dituding Tak Berikan Data Lengkap Soal Kemanjuran Vaksin
Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular Amerika Serikat (NIAID) menyatakan AstraZeneca tidak memberikan dokumen yang lengkap terkait hasil uji coba di AS, Peru, dan Chili. Hal itu bakal mempengaruhi efektivitas vaksin virus corona buatannya.
AstraZeneca mengatakan sehari sebelumnya bahwa vaksin yang dikembangkan bersama Universitas Oxford 79% efektif dalam mencegah Covid-19 di Amerika Serikat, Chili, dan Peru. Selain NIAID, Dewan Pemantauan Keamanan Data (DSMB) independen juga menyatakan keprihatinannya.
"Kami mendesak perusahaan untuk bekerja sama dengan DSMB untuk meninjau dan memastikan data efektivitas yang paling akurat dan terbaru dipublikasikan secepat mungkin," kata lembaga tersebut dilansir dari Reuters pada Selasa (23/3).
Permintaan tersebut menimbulkan keraguan atas rencana perusahaan untuk meminta izin penggunaan darurat di AS dalam beberapa minggu mendatang. Otorisasi dan pedoman penggunaan vaksin di Amerika Serikat akan ditentukan oleh Food and Drug Administration dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) setelah tinjauan menyeluruh terhadap data hasil uji coba.
Di sisi lain, AstraZeneca tidak segera menanggapi hal tersebut. Adapun vaksin AstraZeneca telah mendapat keraguan terkait kemanjuran dan efek samping berupa pembekuan darah.
Namun, AstraZeneca menyatakan pada Senin (22/3) bahwa tidak menemukan risiko penggumpalan darah dari vaksin virus corona buatannya dalam uji coba skala besar di AS. Meski begitu, kepercayaan Eropa pada vaksin telah jatuh setelah peristiwa penggumpalan darah pada penerima vaksin AstraZeneca.
Setidaknya 17 negara telah menangguhkan atau menunda penggunaan setelah laporan rawat inap dengan masalah pembekuan dan pendarahan. Sedangkan negara-negara di Asia justru mempercepat vaksinasi menggunakan vaksin tersebut.
Hal itu sejalan dengan pernyataan European Medicines Agency (EMA) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait manfaat vaksin virus corona buatan AstraZeneca yang lebih besar daripada risiko pembekuan darah. Badan PBB WHO bahkan mendesak agar vaksinasi menggunakan vaksin AstraZeneca harus dilanjutkan. Pasalnya, lebih dari 20 juta dosis vaksin telah diberikan kepada orang Eropa.
Adapun beberapa negara yang belum kembali menggunakan vaksin AstraZeneca, di antaranya Austria, Denmark, Finlandia, Islandia, Norwegia, dan Swedia. Sedangkan Australia, Bulgaria, Perancis, Jerman, Indonesia, Irlandia, Italia, Belanda, Korea Selatan, Spanyol, Taiwan, dan Thailand memulai atau melanjutkan penggunaan vaksin tersebut.
Untuk Indonesia, Kementerian Kesehatan atau Kemenkes mulai mendistribusikan vaksin virus corona buatan AstraZeneca pada Senin (22/3). Vaksin tersebut pun dikirimkan ke tujuh provinsi. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan tujuh provinsi tersebut terdiri dari DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi Utara.
"Sudah didistribusikan, Jawa Timur dan Bali sudah menerima," kata Nadia kepada Katadata.co.id pada Senin (22/3).
Adapun total vaksin yang didistribusi ke tujuh provinsi sebanyak 1,1 juta dosis. Seluruh vaksin AstraZeneca tersebut merupakan pemberian dari COVAX dan tiba di Indonesia pada 8 Maret 2021.
Dilansir dari Antara, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan distribusi vaksin itu pun dipercepat untuk mengejar tenggat waktu kedaluwarsa."Berkaitan dengan expired date yang sampai ke kita 31 Mei 2021, maka kita lakukan percepatan. Mulai hari ini sudah didistribusikan dan akan kita gunakan di beberapa daerah," kata Dante di Lampung, Senin (22/3).
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan