Vaksin Nusantara, Sarat Kontroversi & Nekat Melaju Uji Klinis

Sorta Tobing
15 April 2021, 17:24
vaksin nusantara, vaksin virus corona, covid-19, terawan, bpom, Penny Kusumastuti Lukito
ANTARA FOTO/Zabur Karuru/rwa.
Ilustrasi. Kontroversi vaksin Nusantara.

Kejadian tak diinginkan itu adalah nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, petechiae (ruam pada kulit), lemas, mual, demam, batuk, pilek, dan gatal. 

Lalu, terdapat enam relawan dengan KTD grade tiga. Satu relawan mengalami hiperneatremi atau konsentrasi natrium yang tinggi dalam darah. Gejalan ini seperti orang kekurangan air minum. “Tiga subjek mengalami peningkatan kolesterol,” tulis laporan yang diterima BBC News Indonesia dari BPOM.

RAKER MENKES DENGAN KOMISI IX DPR
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.  (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj.)

Fakta dan Pengembangan Vaksin Nusantara

Majalah TEMPO edisi 6 Maret 2021 menuliskan, teknologi sel dendritik vaksin Nusantara berasal dari perusahaan asal Amerika Serikat yang berbasis di Irvine, California, bernama AIVITA Biomedical Inc. Teknologi ini kemudian diboyong ke Indonesia.

Pada Oktober tahun lalu, Terawan yang masih menjabat sebagai menteri kesehatan menyaksikan penandatanganan kerja sama uji klinis vaksin sel dendritik. Penandatangan ini menyusul penetapan Tim Penelitian Uji Klinis Vaksin Sel Dendritik oleh Kemenkes KMK No. HK.01.07/MENKES/2646/2020 pada 12 Oktober 2020.

Pembuatan vaksinnya, mengutip dari JawaPos, melibatkan PT Rama Emerald Mulit Sukses (Rama Pharma) dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan.

Pengujiannya juga diklaim melibatkan peneliti dari Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Vaksin ini memakai sel dendritik yang kerap dipakai untuk pengobatan kanker. Dalam dunia kedokteran, sel dendritik merupakan sel imun yang terbentuk di luar tubuh dengan antigen khusus. Untuk vaksin Nusantara, antigennya merupakan produksi perusahaan AS, LakePharma. 

Prosesnya berawal dari pengambilan darah pasien. Lalu, sel darah putih dikenalkan dengan rekombinan SARS-CoV-2 alias Covid-19. Proses ini memakan waktu tiga hari sampai seminggu. Setelah itu, hasilnya disuntikkan kembali ke dalam tubuh pasien.  

VAKSINASI COVID-19 BAGI PELAYAN PUBLIK DAN PELAKU USAHA
Ilustrasi vaksin Covid-19.  (ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/wsj.)

Teknologi anyar ini menuai kritik karena terlalu rumit dan mahal untuk pembuatan vaksin. “Memang ada yang mau diambil darahnya terus disuntikkan lagi? Diambil darah untuk donor saja banyak yang tidak mau,”kata ahli epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono kepada VOA.

Uji klinis fase I vaksin tersebut berlangsung pada Januari 2021. Hasilnya tidak memuaskan, BPOM tidak memberi restu untuk pengujian fase kedua. Pengembangan vaksin pun terhenti. 

DPR ketika itu menolak keras keputusan regulator obat dan makanan itu. Mereka justru mendukung uji klinis berjalan terus.  

Penny sempat membeberkan alasannya tak mengizinkan uji klinis berlanjut. Penelitian vaksinnya tak sesuai dengan kaidah medis. Salah satunya perbedaan lokasi penelitian dengan pihak sebelumnya yang mengajukan diri sebagai komite etik. 

“Komite etik dari RSPAD Gatot Soebroto, tapi pelaksanaan penelitiannya di RSUP Dr. Kariad,” katanya dalam rapat kerja dengan Komisi IX pada 10 Maret 2020, dikutip dari Kompas.com

Ia juga menyoroti perbedaan data tim uji klinis vaksin Nusantara dengan data yang dipaparkan dalam rapat tersebut. "Data yang diberikan tadi tidak sama dengan data untuk BPOM dan kami sudah melakukan evaluasi," ucap dia.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...