Pemerintah Evaluasi 54 Proyek Pembangkit Listrik Program 35 Ribu MW
Pemerintah mencatat, terdapat 54 pembangkit dalam program 35 ribu megawatt yang belum berkontrak. Untuk itu, pemerintah akan mengevaluasi rencana pembangunan pembangkit-pembangkit yang mayoritas merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) tersebut.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan pemerintah akan mengevaluasi apakah rencana pembangunan pembangkit-pembangkit listrik yang belum berkontrak dapat dilanjutkan. Mayoritas pembangkit yang belum berkontrak, menurut dia PLTU batu bara yang saat ini sulit mendapatkan pendaaan. Banyak negara dan perbankan global yang kini mengeluarkan kebijakan untuk tak lagi membiayai proyek PLTU batu bara.
"Artinya proyek ini kemungkinan tidak akan terlaksana karena sudah tidak ada yang melakukan pembiayaan," kata Rida dalam Konferensi pers secara virtual, Jumat (4/6).
Total kapasitas dari rencana pembangunan 54 pembangkit yang akan dievaluasi mencapai 1.563 MW, terdiri dari 29 unit masuk dalam tahap perencanaan dengan kapasitas 724 MW dan 25 unit tahap pengadaan dengan kapasitas 839 MW. Jika rencana pembangunan PLTU tak dilanjutkan, menurut dia, maka pemerintah rencana pembangunan pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai penggantinya. Pasalnya, kebutuhan listrik dari tahun ke tahun diprediksi akan terus meningkat.
"Harus ada rencana B untuk menggantikan peran pembangkit yang seharusnya dibangun. Kebijakan untuk evaluasi sudah ada, kami rutin lapor ke Menteri," ujarnya.
Pemerintah telah memutuskan untuk tidak lagi memberikan persetujuan pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baru dalam draf Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030. Hal ini untuk menegaskan komitmen pemerintah dalam menggenjot pembangkit energi baru terbarukan.
Rida sebelumnya mengatakan pemerintah tak lagi menerima usulan pembangunan PLTU baru, kecuali meneruskan beberapa proyek yang sudah terlanjur dalam tahap pemenuhan pembiayaan dan konstruksi.
Dalam draft RUPTL 2021-2030, porsi pembangkit EBT direncanakan sebesar 48%, sedangkan pembangkit fosil sebesar 52%. Angka tersebut lebih besar jika dibandingkan porsi pada RUPTL 2019-2028 yang hanya sebesar 30% untuk pembangkit EBT dan 70% untuk pembangkit fosil.
"Jika dibandingkan, kami bisa klaim RUPTL sekarang dari sisi komposisi pembangunan pembangkit fosil dan non fosil yang lama itu 30% EBT dan 70% fosil," ujarnya dalam RDP bersama Komisi VII, Kamis (27/5).