MAKI Gugat KPK Terkait King Maker Kasus Djoko Tjandra
Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) akan menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke praperadilan. Gugatan tersebut terkait keputusan KPK yang menghentikan supervisi dan penyidikan orang yang dianggap sebagai king maker atau penentu pada kasus Joko Tjandra atas vonis penjara perkara korupsi Bank Bali.
Gugatan praperadilan akan diajukan pada Senin (23/8) pukul 11.00 WIB di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya 133 Jakarta Selatan.
"KPK menghentikan penyidikan untuk menemukan siapa dan peran King Maker dalam perkara dugaan tipikor pengurusan fatwa oleh Pinangki Sirna Malasari dkk untuk membebaskan Djoko Tjandra," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya seperti dikutip pada Senin (23/8).
MAKI menyiapkan sejumlah poin materi praperadilan. Pertama pada 11 September 2020, MAKI telah mengirim surel kepada KPK Nomor: 192/MAKI/IX/2020 perihal penyampaian materi dugaan perkara tindak pidana korupsi terkait Joko S. Tjandra dan Pinangki.
Kemudian, MAKI telah diundang KPK pada 18 September 2020 untuk memperdalam informasi terkait King Maker. Pemohon I telah menyerahkan transkrip pembicaraan antara Anita Kolopaking dan Pinangki setebal 140 halaman yang akan dijadikan bukti dalam persidangan pengajuan praperadilan ini.
Selanjutnya, MAKI telah mendapat surat balasan dari KPK pada 2 Oktober 2020 perihal tanggapan atas pengaduan masyarakat. Surat KPK ini berisi pengaduan dari MAKI dijadikan bahan informasi bagi Kedeputian Bidang Penindakan KPK.
KPK pun memutuskan melakukan supervisi dan koordinasi terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi pengurusan fatwa oleh Pinangki untuk membebaskan Djoko Tjandra.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah memutus perkara Pinangki dalam pertimbangannya menyatakan keberadaan King Maker sebagai aktor intelektual dari Pinangki untuk membebaskan Djoko Tjandra. Namun, hakim menyatakan tidak mampu menggali siapa King Maker sehingga menjadi kewajiban KPK untuk menemukan peran aktor intelektual dari Pinangki untuk membebaskan Djoko Tjandra.
Namun, Ketua KPK Firli Bahuri pada 30 Juli 2021 menyatakan telah menghentikan supervisi perkara tindak pidana korupsi pengurusan fatwa oleh Pinangki. Menurut MAKI, hal ini memberikan ketidakpastian hukum.
"Ini adalah bentuk penelantaran perkara yang mengakibatkan penanganan perkara menjadi terkendala untuk membongkar dan mencari King Maker," ujar dia.