Pengamat Sebut KTT G20 di Indonesia Rawan Jadi Panggung Politik
Pengamat politik menilai agenda Presidensi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada 2022 mendatang dapat menjadi sarana panggung politik karena berdeketan dengan pemilihan presiden 2024.
Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio menyampaikan bahwa gelaran KTT G20 harus diatur dengan baik tidak menjadi panggung kompetisi dalam gelaran tersebut. Hal ini agar fokus dalam gelaran tersebut tidak terpecah dengan adanya aksi-aksi dari para tokoh politik yang ingin memanfaatkannya sebagai panggung untuk dikenal secara dunia.
"Ini pasti sangat rawan untuk dimanfaatkan sebagai panggung politik yang akan bisa membuat tujuan G20 ini sebagai sarana untuk membesarkan beberapa tokoh politik agar lebih dikenal di kalangan internasional dan di indonesia," ujar Hendri dalam diskusi online pada Rabu (28/10).
Hendri kemudian mempertanyakan apakah pemerintahan mampu memanfaatkan momentum presidensi G20 untuk kepentingan negara. Menurutnya pemerintah juga harus bisa menjelaskan bahwa G20 merupakan sebuah pertemuan antar pemimpin dunia.
Dirinya juga menyebut saat ini pemerintah harus berkomunikasi dengan masyarakat terkait manfaat apa saja yang dapat mereka peroleh. Komunikasi kepada masyarakat dinilai akan membuat masyarakat juga ikut antusias dalam menyambut KTT G20 mendatang sehingga pemerintah perlu menyampaikan secara sederhana mengenai agenda tersebut.
"Pemerintah harus bisa menggaris bawahi keuntungan yang sangat mendasar dari masyarakat supaya masyarakat ya itu tadi memiliki ikut merasakan glorinya besarnya G20 ini," jelas Hendri.
Indonesia ditunjuk menjadi presidensi KTT G20 pada 2022 mendatang yang menjadikan Tanah Air sebagai negara Asia ke-5 yang menjadi tuan rumah pertemuan para pemimpin dunia. Negara asia yang pernah menjadi tuan rumah adalah Jepang, Tiongkok, Korea Selatan, dan Arab Saudi. Gelaran KTT G20 akan berlangsung pada periode 1 Desember 2021-30 November 2022 dengan terdapat 150 pertemuan dengan site event.
G20 merupakan forum ekonomi global yang dibentuk sebagai respon krisis ekonomi pada 1997-1998 dan beranggotakan 20 negara. Hal ini terdiri dari, 19 negara utama penggerak ekonomi dunia, termasuk Indonesia, dan satu perwakilan regional Uni Eropa yang memiliki produk Domestik Bruto (PDB) terbesar dunia. Kelompok G20 berkontribusi terhadap 85% perekonomian dunia. 75% perdagangan internasional, dan 80% investasi global, dengan 2/3 penduduk dunia.