Dua Tahun Pandemi, Perempuan Masih Terjebak Beban Ganda Domestik

Arie Mega Prastiwi
17 Februari 2022, 21:18
Katadata Perempuan | Kesetaraan Gender
123RF
Perempuan miliki beban ganda selama pandemi (Ilustrasi)

“Perempuan kerap mengalami diskriminasi gender dan diperparah dalam kondisi pandemik,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, tepat setahun setelah pandemi covid-19. Bintang juga menyebut,  diskriminasi terhadap perempuan berupa marginalisasi, subordinasi, stereotip dan beban ganda.

Selama pandemi berlangsung selama setahun, terjadi banyak pemutusan hubungan kerja pada pekerja perempuan di dalam maupun luar negeri. Pun dalam lingkup UMKM yang banyak diisi oleh perempuan, mengalami kondisi yang sama sulitnya.

Kondisi serupa belum beranjak membaik hingga dua tahun lebih pandemi berlangsung, perempuan masih menjadi kelompok gender yang lebih terdampak. “Perempuan terdampak lebih banyak karena kehilangan pekerjaan, karena lebih banyak bekerja di sektor informal yang terpukul hebat saat pandemik,” kata Bintang saat memberi sambutan W20 Indonesia 2022, Policy Dialog Freedom from Discrimination Historical Journey from Japan to Indonesia, Selasa, 15 Februari

Mengutip UN Women Report December 2021, Bintang menyebut 29 persen perempuan dengan anak kehilangan pekerjaan, dan 59 perempuan muda yang hidup dengan anak mengalami pukulan ekonomi. Imbas pandemi mengantar lebih banyak perempuan pada kemiskinan ekstrem.

Perempuan pada akhirnya mendapat beban lebih besar dan menanggung pekerjaan rumah tangga lebih banyak (67% perempuan dibanding 63% laki-laki). “Kekerasan terhadap perempuan khususnya kekerasan dalam rumah meningkat selama pandemi,” kata Bintang Puspayoga masih mengutip UN Women Report December 2021.

Menteri PPA juga mengatakan berdasarkan data di 10 negara, pada sebulan setelah pandemi  laporan KDRT meningkat 25%. “Ini karena perempuan terisolasi dengan pelakunya dan terputus dari jejaring sosialnya serta layanan yang bisa membantu menyelamatkan jiwa.” Bahkan 1 dari 4 perempuan merasa kurang aman berada di rumah, di tengah pertikaian dalam rumah tangga yang meningkat sejak pandemi. Ketika ditanya mengapa mereka merasa tidak aman, mereka menyebut adanya pelecehan fisik sebagai salah satu alasan (21%).

“Kekerasan terhadap perempuan, berdampak negatif terhadap fisik, mental, emosional termasuk berpengaruh terhadap reproduksi perempuan,” ucap Bintang.

Selaras dengan data UN Women, Komnas Perempuan menangkap gambaran yang sama di Indonesia. Kondisi pandemi Covid-19 juga memberikan dampak yang tidak proporsional bagi perempuan sehingga menjadi lebih rentan kekerasan. Survei Komnas Perempuan 2020 menunjukkan bahwa selama pandemi perempuan mendapatkan beban berlipat akibat penambahan jam untuk pekerjaan domestik.

Perempuan yang bekerja 3 jam lebih lama untuk pekerjaan rumah tangga berjumlah tiga kali lipat daripada laki-laki. Perempuan menjadi lebih stres, menghadapi peningkatan ketegangan di dalam relasi rumah tangga, serta  mengalami peningkatan intensitas kekerasan.

“Terlepas dari kemajuan kesetaraan gender dalam beberapa dekade terakhir, pencapaian ini tidak merata, tidak cukup cepat dan mengalami banyak kemunduran terutama di masa pandemi yang kita alami,” kata UN Women Indonesia Country Representative and ASEAN Liaison Jamshed M Kazi.

Ada banyak fakta penting yang menimpa perempuan ditemukan selama pandemi.  Partisipasi kerja  perempuan menurun sebanyak 4,2% yang berarti ada 54 juta perempuan kehilangan pekerjaan di seluruh dunia. “Lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang bekerja di pekerjaan yang rentan terdampak Covid-19.”

Kekerasan yang muncul akibat perempuan yang terjebak bersama pelaku saat berada di rumah saat pandemi, tidak hanya menyebabkan masalah kesehatan masyarakat, tetapi juga menghambat partisipasi ekonomi perempuan.

Keterlibatan Perempuan

Itu sebab, menurut Menteri PPPA,  dalam G20 dan W20 2022, agenda pemulihan ekonomi pasca pandemik harus dilakukan dengan menggunakan lensa gender. “Untuk memastikan bahwa hal tersebut dapat menangani dampak pandemik yang tidak proporsional terhadap perempuan. Kita perlu memastikan pemulihan ekonomi global mampu mengatasi ketidaksetaraan gender,” katanya. Terlebih di Indonesia, perempuan dengan populasi 49,42% memegang peran penting dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.

W20 perlu memperkuat kerja sama dengan working group lain yang relevan di forum G20. Agar menaruh perhatian terhadap kekerasan berbasis gender dan isu kekerasan terhadap perempuan. W20 bisa melakukan advokasi  intervensi dalam working group yang relevan dalam G20 baik dalam Sherpa Track mapun Finance Track.

UN Women Indonesia Country Representative and ASEAN Liaison Jamshed M Kazi menegaskan  tidak pemulihan ekonomi yang lengkap dan berkelanjutan jika perempuan tidak diberi prioritas oleh negara G20 yang merupakan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia. “W20 yang dibentuk sejak 2015 punya peran strategis dalam mengubah pola pikir pemimpin G20 di dunia, untuk mulai memperhatikan pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender.”

Salah satu langkah kongkret dari komitmen yang bisa dilakukan kata Kazi adalah dengan mengurangi ketimpangan partisipasi angkatan kerja antara laki-laki dan perempuan. Pada 2025 mendatang ketimpangan partisipasi angkatan kerja antara perempuan dan laki-laki di negara G20 akan dipangkas sebesar 25%.

Kontributor: Arin Swandari

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...