Usulan Penundaan Pemilu 2024 Dianggap Merusak Demokrasi dan UUD 1945
Sejumlah pakar politik, hukum, hingga akademisi menolak penundaan Pemilihan Umum 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden. Mereka beralasan jika hal tersebut dilakukan akan bertentangan dengan konstitusi hingga berpotensi merusak demokrasi.
Kepala Departemen Politik dan perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes memberikan penjelasan mengapa wacana ini merupakan hal yang tidak demokratis. Pertama, penundaan Pemilu 2024 akan berdampak pada perpanjangan masa jabatan Presiden dan bisa menutup suksesi kepemimpinan nasional.
Kedua, tidak ada kompetisi dalam memilih kepala negara untuk perpanjangan masa pemerintahan. “Karena (presiden dalam masa perpanjangan) tidak dipilih langsung, bisa dikatakan tidak demokratis,” kata Arya dalam diskusi yang digelar Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah, Sabtu (26/2).
Alasan lainnya, dorongan perpanjangan masa jabatan presiden merusak komitmen demokrasi RI yang membatasi kekuasaan selama lima tahun. Selain itu, wacana ini mencederai prinsip pembaasan kekuasaan yang menjadi spirit reformasi.
Hal lainnya, perpanjangan masa jabatan Presiden dan penundaan Pemilu tak sesuai dengan tertib politik karena melewati batas lima tahun. Arya menjelaskan kondisi tertentu seperti Pilkada 2020 pernah ditunda dengan alasan membahayakan masyarakat.
“Dalam kasus Pilkada, pernah ditunda pada 2020 tapi saat itu karena ada pandemi,” kata Arya.
Sedangkan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden menabrak Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Dalam Pasal 7 UUD 1945 disebutkan masa jabatan Presiden selama lima tahun dan bisa dipilih lagi dalam satu periode berikutnya. “Konsekuensinya, sehebat apapun Presiden begitu selesai dua periode maka dia tidak boleh dipilih lagi,” kata Feri.
Alasan Ekonomi
Dalam kesempatan tersebut, Arya menganggap alasan sejumlah partai politik ingin menunda Pemilu 2024 tak logis. Dia mengatakan, perekonomian Indonesia saat ini semakin membaik usai resesi karena dihantam pandemi.
“Tahun 2021, pertumbuhan kita secara year-on-year naik 3,39%. Sedangkan Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi kita 4,7%-5,2% pada 2022,” katanya.
Usulan ini awalnya dilontarkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Cak Imin mengusulkan jadwal Pemilu mundur selama satu atau dua tahun agar momentum perbaikan ekonomi tak hilang.
Menurutnya, pandemi yang terjadi dua tahubn belakangan mengakibatkan stagnasi pada perekonomian nasional. Sedangkan, RI baru memulai perbaikan sejak akhir tahun lalu.
"Saya menerima masukan pelaku UMKM, pebisnis, dan analis ekonomi soal prospek ekonomi usai pandemi. Dari masukan itu, saya mengusulkan Pemilu 2024 ditunda 1 atau 2 tahun," kata Cak Imin pada Rabu (26/2).
Partai Golkar juga mengamini usulan Cak Imin soal penundaan Pemilu. Wakil Ketua Umum Partai Golkar Melchias Markus Mekeng mengatakan hal ini perlu dibicarakan lantaran perekonomian belum sepenuhnya pulih dan defisit anggaran masih tinggi.
Sedangkan mulai 2023, defisit dalam APBN tidak boleh melebihi tiga persen. Sementara pembiayaan negara saat ini banyak ditopang utang lantaran penerimaan negara masih tertekan. "Nanti kalau sudah ada hiruk pikuk Pemilu 2024 penerimaan negara pasti tersendat. Ini bahaya," katanya.